SELURUH RAKYAT PAPUA HARUS BERSATU MENYONGSONG INI

  • 5

11 September 2009

YANG NAMANYA INDONESIA ITU SEPERTINYA MUSTAHIL UNTUK TIDAK HIPOKRIT ALIAS BERMUKA DUA

Bismillaahirrahmaanirrahiim




MENJOROTI KETIDAK KREDIBELNYA LEMBAGA HUKUM DI
INDONESIA - JAWA
Ali al Asytar
ACHEH - SUMATRA

 

 

Betapapun kita belum melihat pihak lain yang dapat berbuat lebih efektif dalam kepeduliannya terhadap para Musibah Tsunami sebagaimana yang telah dilakukan Forak. Sudah dapat dipastikan bahwa mayoritas masyarakat Acheh mendukung Usaha Forak tersebut. Ironisnya polisi demikian antusias kalau menyangkut pembelaan terhadap BRR yang sangat menyebalkan itu. Prediksi saya mayoritas rakyat Acheh mengetahui kalau Panji Utomo itu sudah duluan diputuskan hukuman sebelum naik sidangnya.

Itu adalah Tradisi Hukum Indonesia yang sepertinya tidak akan pernah berobah. Andaikata kuasa hukum itu mampu membelanya, bagus. Tapi itu persoalan sudah banyak sekali pengalaman bagi kita termasuk persoalan Farid Faqih yang dituduh mencuri bantuan korban tsunami di Lanud Iskandar Muda. Lihat juga bagaimana hukum Indonesia menangani masalah Suharto cs. Demikian juga kasus-kasus yang membikin jatuhnya citra TNI-AD di mata rakyat dan masyarakat dunia antara lain, pembantaian besar-besaran terhadap orang-orang yang tidak bersalah dalam tahun 65, pembunuhan banyak orang di Timor Timur, tragedi Tanjung Priok tahun 1984, pembantaian orang Papua dan Aceh - Sumatra, tragedi Talangsari dan Haur Koneng, pembunuhan di Sampang, tragedi 27 Juli 1996, penculikan mahasiswa 1996-1998, penembakan mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998, penembakan mahasiswa di Semanggi November 1998, pembunuhan Marsinah, peracunan pejuang HAM Munir dalam pesawat terbang dan masih banyak lagi yang lainnya. Justru itulah kita mengharapkan pada badan internasional agar pelanggaran HAM di Acheh segera dibawa ke mahkamah Internasional.

Kalau pihak Internasional tidak menggubrisnya dan hanya terlibat dalam buydaya "puji-pujian" Indonesia, kami bangsa Acheh -Sumatra sudah saatnya mengucapkan "Inna lillahi wainna ilaihi rajiun" kepada lembaga HAM internasional itu. Sementara itu Yudhoyono meminta agar masyarakat Aceh tidak lagi menyerang apalagi merusak Kantor Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR). Tindakan seperti itu hanya akan merusak citra Indonesia, utamanya di luar negeri, katanya.

Menaggapi pernyataan Yudhoyono itu, kita perlu mempertanyakan apakah dengan menutub borok yang diaplikasikan BRR itu terhadap para Musibah Tsunami dan para musibah TNI/POLRI, Indonesia terjaga citranya? Saya kira masyarakat Internasional sudah memahami kalau Indionesia itu bangsa yang tidak mejunjung hukum. Hukum Indonesia itu hanya diberlakukan untuk orang-orang kecil saja (rakyat jelata).

Bagaimana mungkin hukum itu hanya dterapkan kepada rakyat jelata saja sementara kalau pelakunya pejabat pemerintah bebas sama sekali dari hukuman. Hukuman yang demikian namanya "hukum laba-laba". Lihatlah jaringan laba-laba yang pertama sekali berada di tempat kotor, artinya di negara yang dhalim seperti Indonesia. Ketika njamuk, belalang dan serangga lainnya yang lewat terjaring dengan mantap. Namun ketika burung yang lewat dapat menembusinya. Lalu datanglah kambing, anjing dan babi untuk menginjak-injak hukum tersebut. Demikianlah hukum yang berlaku di Indonesia Munafiq dan dhalim itu.

Hukum "labalaba" hanya diberlakukan kepada rakyat jelata, sementara anggota keluarga dan kawan dekat pejabat negara bebas dari hukumannya (baca segala jenis burung yang mantap terbangnya). Kambing, anjing dan babi diumpamakan sebagai pejabat negara mulai dari camat, bupati, gubernur, menteri-menteri. Akhirnya datanglah serigala-serigala haus darah (baca TNI/POLRI) untuk merobek hukum itu sendiri. Kalau rakyat jelata sudah agak sadar melihat ketimpangan-ketimpangan pemerintah hipokrit itu, mulailah antek-antek Yudhoyono itu bersandiwara untuk menerapkan "syariat gadongan". Hal ini membuat masyarakat internasional salah paham terhadap orang-orang Islam Acheh.

Pemimpin pemimpin Islam Acheh dan rakyatnya yang sudah sadar untuk menentukan nasibnya sendiri (membebaskan diri dari pemerintah Indoinesia Munafiq itu yang sudah begitu lama mempraktekkan hukum "labalaba" di kepulauan Melanesia itu), tau persis akan sandiwara yang sedang dimainkan antek-antek "pencuri 7" itu.

Pemimpin-pemimpin Islam Acheh dan rakyatnya yang sudah sadar untuk menentukan nasibnya sendiri, tau persis bahwa jangankan sekarang, setelah Merdekapun bukan hukum dulu yang diprioritaskan, melainkan Finansial hidup rakyatnya. Sebab semua ketimpangan sosial itu berpunca pada finansial hidup rakyat itu sendiri. Bagaimana mungkin hukum diterapkan kepada kaum dhu'afa sementara mereka tau persis bahwa itu adalah hukum "Laba-laba".

Bagaimana mungkin rakyat tidak melanggar hukum sementara pembesar-pembesar negara tidak berbuat adil terhadap mereka. Negara adalah milik rakyat, namun hanya sebahagian orang yang bersekongkol dengan pembesar-pembesar negara sajalah yang menikmati fasilitas negara. (baca Kontoro cs), sementara para musibah Tsunami samapi sekarang masih mendekam dalam "penjara - penjara" tenda. Mereka (baca penguasa Indonesia munafiq) mengurus harta negara macam mengurus harta milik moyangnya, sementara orang-orang yang menuntut keadilan mendapat perlakuan yang hina dari antek-antek penguasa dhalim tersebut.

Demikianlah yang diaplikasikan di Acheh sejak dari Sukarno sampai Yudhoyono sekarang ini. Islam sejati adalah Islam rahmatan lil alamin. Pemimpin Islam sejati tidak hanya memikirkan kesejahteraan orang-orang Islam saja tapi segenap manusia apapun latar belakang agamanya. Justru itu andaikata suatu negara dipimpin oleh orang-orang Islam sejati (yang mewarisi keimamahan Rasulullah saww), sudah barang pasti rakyat di negara tersebut mendapat keadilan seluruhnya. Bukan saja manusia yang menikmati kemerdekaan, namun binatangpun terlindung dari perbuatan semena-mena. Lucunya justru di Norwegia dan beberapa negara Eropa lainnya yang kita saksikan fenomena tersebut.

Sayang nya diabad ke 21 ini dan juga abad-abad sebelumnya, tidak kita saksikan realita itu di kawasan Asia dan afrika, kecuali di Republik Islam Iran. Sayangnya lagi republik yang satu ini senantiasa mendapat fitnah dari negara-negara kawasan Asia - Afrika lainnya. Hal ini dapat di mengerti oleh orang-orang yang mau "berafala ta' qilun dan afala yatazakkaraun".

Bagi pemimpin pemimpin dan orang-orang yang berpendidikan, sudah waktunya untuk melupakan perbedaan-perbedaan yang tidak prinsipil demi tergalangnya persatuan yang dapat menghambat "sandiwara-sandiwara" yang dimainkan antek-antek dari "yazid-yazid" moderen dimanapun kawasan yang penduduknya mengaku diri Islam, termasuk di Acheh yang sedang kita sorot ini. Islam sejati, jangankan kepada orang Islam yang berbeda aliran, kepada orang yang berlainan agamapun, dilarang memudharatkannya, sebaliknya saling menghormati dalam kontek kemanusiaan.

Justru itu sayang seribukali sayang ketika kita menyaksikan banyaknya orang yang mengaku diri "Islam", namun membunuh orang Islam lainnya disebabkan berlainan mazhab. Demikian jugalah serigala-serigala yang haus darah (baca TNI/POLRI) yang sedang mengadakan pembunuhan besar-besaran di Acheh - Sumatra. serta seluruh orang-orang yang bersatupadu dalam system muafiq tersebut. Sesungguhnya mereka tidaklah termasuk dalam golongan orang-orang yang beriman, melainkan munafiq. Kendatipun mereka tinggi pendidikannya sampai mendapat titel DR, Propessor, Kiyai dan bahkan banyak yang mengaku diri sebagai "Ulama". Mereka nampaknya pintar, namun tidak teguh iman. Justru itulah mereka tak mampu memahami kesalahan mereka yang fatal dibidang Tauhid/Aqidah/Ideology. Mereka tidak mampu melihat realita sejarah yang "haq", di mana kita dapat menemukan Representantnya untuk kita teladani. Representant itulah yang mampu menterjemahkan Al Qur-an secara benar.

Bagaimana mungkin buku resep obat dapat digunakan dengan efektif tanpa mendapat penjelasan dari dokternya. Tanpa dokter, buku resep obat itu tidak dapat digunakan secara tepat guna. Sekarang kebanyakan orang Indonesia sudah tertutup mata hatinya disebabkan begitu lamanya mereka bersekongkol dalam system yang munafiq tersebut yang sudah begitu banyak mereka bunuh orang-orang yang tidak berdaya (baca kaum dhuafa yang dibunuh sejak dari pemerintahan "Yazid - Sukarno", Suharto, Gusdur, Megawati dan - Yudhono"), yang sedang bersandiwara sekarang ini. Kenapa mereka tidak mampu berfikir padahal mereka jauh lebih pintar dari orang yang mengatakan bahwa mereka tidak mampu berfikir? Jawabannya terpampang di pintu gerbang Ilmu: " Dilarang masuk orang-orang yang tidak beriman" (QS.56:79) J

ustru orang Islam munafiqlah yang membuat citra Islam tergadai marwahnya di mata Internasional. Pertama sekali Internasional melihat kenapa orang-orang Islam itu saling membunuh sesamanya. Mereka sepertinya tidak mengetahui bahwa tdak pernah terjadi di permukaan planet Bumi ini, orang-orang Islam saling membunuh sesamanya. Yang sering terjadi Justru Orang Islam munafiq membunuh orang Islam sejati, sehingga terjadilah perlawanan dari orang-orang Islam sejati untuk membela diri.(baca TNI/POLRI vs TNA, komunitas Syah Reza Palevi vs komunitas Imam Khomaini, Yazid bin Muawiyah vs Imam Husein bin 'Ali, Mu'awiyah bin Abi Sofyan vs Imam 'Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidillah dan Zuber bin Awam vs Imam Ali, Marwan bin Hakam vs Muhammad bin Abubakar, pemimpin yang dipilih rakyat vs pemimpin yang ditunjuk Rasulullah saww sendiri dan yang terdahulu sekali Qabil vs Habil)

Sepakterjang orang-orang munafiq itu dapat kita saksikan dalam surah Al Baqarah dari ayat 8 s/d 20 plus surah Al munafiqun dan masih tersebar lagi di berbagai surah blainnya. Banyak orang terkecoh dengan apa yang berkomat kamit di mulut mereka, sementara mereka lupa dalam sepak terjangnya. Padahal mereka memahami bahwa syarat tauhid itu ada tiga:

Pertama: Mengucap dengan lidah.
Kedua: Mentasdiqkan dengan hati dan yang menentukan adalah:
Ketiga: Aksi, Aplikasi atau sepakterjang dalam realita hidupnya:
-- Apakah mereka bersekongkol dalam system Munafiq ?
-- Apakah mereka termasuk dalam golongan yang menghambat perjuangan suci ?
-- Apakah mereka mengenal betul pemimpin yang "haq" dita'ati di jamannya ?

--Apakah mereka sekedar berbicara dengan lidah tanpa dibuktikan dengan realitanya kedalam golongan mana dia bergabung dalam hidupnya ? Golongan "Habilkah" atau golongan "Qabil".Apakah mereka menaiki "Bahtera Nabi Nuh" atau tidak, menaiki "Bahtera Ibrahim" atau "Namrud", "Bahtera Musa wa Harun" atau "Fir'aun", "Bahtera 'Isa bin Maryam" atau "Kaisar-kaisar" di Roma, bahtera Muhammad atau Abu Sofyan, bahtera Ali atau Mu'awiyah, bahtera Hussein atau Yazid, Bahtera Ayatullah Khomaini atau Syah Reza Pahlevi, bahtera Hasan Muhammad di Tiro atau Yazid-yazid moderen (baca Sukarno, Suharto, Gusdur, Megawati dan Yudhoyono)

Demikianlah penjelasan saya semoga siapapun yang menamakan diri orang Acheh menghindarkan diri dari propokasi antek-antek "yazid - Yudhoytono". Sudah sa'atnya untuk bertaubat sebelum nyawa berada dikerokongan. "Memang pahit bak pel Keunine, namun itulah yang dapat menjembuhkan penyakit malarianya kalian" (Husaini Daud Sp)

Billahi fi sabililhaq
Ali al Asytar
Acheh - Sumatra




http://ismail-asso.blogspot.com

Tidak ada komentar: