Bismillaahirrahmaanirrahiim
REFLEKSI HSNDWSP TERHADAP PERSEPSI RAHBAR MENYANGKUT KEADILAN SECARA KAFFAH DALAM SYSTEM YANG ISLAMI
(hsndwsp)
Acheh - Sumatra
(hsndwsp)
Acheh - Sumatra
Andaikata ada pertanyaan negara mana yang lebih adil sekarang secara keseluruhan, saya akan menjawab Republik Islam Iran. Tetapi terus terang saya belum tau persis apakah RII sudah berlaku adil terhadap rakyatnya?. Pertama sekali saya fokus pada keadilan ekonomi. Sebagaimana sama-sama kita ketahui bahwa secara Islami seluruh kekayaan Negara adalah milik rakyat bukan milik penguasa atau pejabat sebagaimana kita saksikan di kebanyakan negara-negara di Dunia sekarang, hanya dalam teory saja mereka mengakui milik rakyat. Kalau saya berkaca pada presiden Ahmadinejad saya yakin 100 persen bahwa RII sudah adil dalam hal ekonomi. Beliau pernah ditawarkan untuk pindah ke rumah yang mewah tetapi tetap menolak. Ini adalah pemimpin yang sudah teruji, sanggup meneladani Rasulullah saww. Namun demikian saya tidak tau persis bahwa tidak tertutup kemungkinan para pejabat lain bermegah-megah sementara masih banyak penduduk kampung yang merintih hidupnya. Maaf ini berkemungkinan, saya belum tau bagaimana kondisi ekonomi seluruh rakyat RII terutama sekali yang tinggal di kampung-kampung atau pedalaman.
Selanjutnya, walaupun keadilan ekonomi sangat utama bagi rakyat jelata, keadilan itu sesungguhnya sangat luas, termasuk keadilan pemimpin dan segenap perangkat Negara terhadap kaum Intelektual. Apabila Negara (baca seluruh personil yang terlibat didalamnya) hanya terbatas pada keadilan ekonomi saja tidak mencakup aspek lain secara keseluruhan, terutama sekali memberikan kesempatan yang adil terhadap para intelektual sejati, saya haqqul yakin seluruh komponen, aparat negara akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah swt kelak. Dalam hal ini tolong sikapi secara arif dan bijaksana terhadap data yang saya sertakan berikut ini:
Critics of Shari'ati
A fairly scathing critique of the class of scholars Shari'ati make the scholars also write your backlash. Muthahari, one of the leading scholars alone, looking Shari'ati already manipulate Islam for political purposes and social implications. Furthermore Muthahari rate, political activism protest Shari'ati generate political pressure is difficult to bear by a religious institution like Hussainiyeh Ersyad of the shah's regime.
And indeed, after Shari'ati many scholars criticize institutions and regimes, Hussainiyeh Ersyad finally forcibly closed by the security forces. Besides Motahhari, many scholars sources patrons (Marja 'taq lid) such as Ayatollah KhĂ»'i, Milani, spiritual, and Tabataba'i which also condemned the critical voices Shari'ati. They even issued a fatwa that forbids buying, selling, and reading the writings Shari'ati.
After Shari'ati criticize scholars who judged as Akhund, Shariati then deliver a typical religious ideal. According to him, religious ideal, simply, is a scholar activist, who mobilize the masses to do the protest movement. So in this case, he makes his own father and Ayatollah Mohammed Baqir Sadr (executed by the government of the Islamic Republic of Iran in 1979) or activists of Sunni thinkers such as al-Afghani as his idol. Khomaeni certainly fit the framework Shari'ati about the clergy. But Shari'ati never expressed his feelings openly about Khomaeni. The information provided does not appear to indicate that Shari'ati recognize Khomaeni as a great leader.
http://achehkarbala.blogspot.com/2011/05/almarhum-dr-ali-syariati-adalah-ahli.html
Pertanyaan saya apakah negara sekarang bersikap adil diantara Murthada Mutahhari dan Ali Syariati? Apa kah buku-buku Ali Syariati dipublikasikan secara bebas sekarang sebagaimana buku-buku Murthada Mutah hari? Apakah media-media milik negara mengekspos Ali Syariati sebagaimana Murthada Mutahhari? Kita tau persis bahwa yang dikritik Syariati bukan Ulama seperti Khomaini dan Sayyed Ali Khamenei tetapi "ulama" yang memfokuskan agamanya hanya pada dymensi ritual, sementara dymensi sosial dilupakan. Apakah Mur thada Mutahhari termasuk type yang terakhir ini hingga beliau marah kepada Ali Syariati? Dulu ketika sedang berlangsung revolusi di Iran, photo.photo DR Ali Syariati berjejer bersama photo-photo Imam Khomaini. Hal ini membuktikan Khomaini dan Syariati relatif sama dimata rakyat Iran. Pemuda-pemuda Iran berhutang budi kepada Syariati, hingga mereka yang terlanjur masuk perangkap Atheis berduyun-.duyun kembali ke Mono theis. Adakah pengaruh ideolog lain yang demikian bangga bagi bangsa Iran selain Imam Khomaini dan Sya hid Ali Syariati?
(hsndwsp di Ujung Dunia)
A fairly scathing critique of the class of scholars Shari'ati make the scholars also write your backlash. Muthahari, one of the leading scholars alone, looking Shari'ati already manipulate Islam for political purposes and social implications. Furthermore Muthahari rate, political activism protest Shari'ati generate political pressure is difficult to bear by a religious institution like Hussainiyeh Ersyad of the shah's regime.
And indeed, after Shari'ati many scholars criticize institutions and regimes, Hussainiyeh Ersyad finally forcibly closed by the security forces. Besides Motahhari, many scholars sources patrons (Marja 'taq lid) such as Ayatollah KhĂ»'i, Milani, spiritual, and Tabataba'i which also condemned the critical voices Shari'ati. They even issued a fatwa that forbids buying, selling, and reading the writings Shari'ati.
After Shari'ati criticize scholars who judged as Akhund, Shariati then deliver a typical religious ideal. According to him, religious ideal, simply, is a scholar activist, who mobilize the masses to do the protest movement. So in this case, he makes his own father and Ayatollah Mohammed Baqir Sadr (executed by the government of the Islamic Republic of Iran in 1979) or activists of Sunni thinkers such as al-Afghani as his idol. Khomaeni certainly fit the framework Shari'ati about the clergy. But Shari'ati never expressed his feelings openly about Khomaeni. The information provided does not appear to indicate that Shari'ati recognize Khomaeni as a great leader.
http://achehkarbala.blogspot.com/2011/05/almarhum-dr-ali-syariati-adalah-ahli.html
Pertanyaan saya apakah negara sekarang bersikap adil diantara Murthada Mutahhari dan Ali Syariati? Apa kah buku-buku Ali Syariati dipublikasikan secara bebas sekarang sebagaimana buku-buku Murthada Mutah hari? Apakah media-media milik negara mengekspos Ali Syariati sebagaimana Murthada Mutahhari? Kita tau persis bahwa yang dikritik Syariati bukan Ulama seperti Khomaini dan Sayyed Ali Khamenei tetapi "ulama" yang memfokuskan agamanya hanya pada dymensi ritual, sementara dymensi sosial dilupakan. Apakah Mur thada Mutahhari termasuk type yang terakhir ini hingga beliau marah kepada Ali Syariati? Dulu ketika sedang berlangsung revolusi di Iran, photo.photo DR Ali Syariati berjejer bersama photo-photo Imam Khomaini. Hal ini membuktikan Khomaini dan Syariati relatif sama dimata rakyat Iran. Pemuda-pemuda Iran berhutang budi kepada Syariati, hingga mereka yang terlanjur masuk perangkap Atheis berduyun-.duyun kembali ke Mono theis. Adakah pengaruh ideolog lain yang demikian bangga bagi bangsa Iran selain Imam Khomaini dan Sya hid Ali Syariati?
(hsndwsp di Ujung Dunia)
Keadilan Dalam Perspektif Rahbar
Sejak awal kehidupan manusia dan dimulainya sejarah, keadilan senantiasa menjadi harapan bagi umat manusia di seluruh dunia. Para cendikiawan dan pemikir berusaha keras melakukan langkah-langkah positif guna merealisasikan impian ini dengan mengemukakan pandangan mereka. Meski banyak pandangan seputar keadilan khususnya keadilan sosial dikemukakan para pemikir namun apakah kita berani mengklaim bahwa keadilan di dunia telah berhasil ditegakkan.
Apakah manusia yang berhasil mencapai kemajuan pesat di bidang sains, juga berhasil di bidang penegakkan keadilan? Sementara itu, jika kita saksikan sistem yang berkuasa di dunia saat ini, kita dapatkan bahwa dunia dipenuhi ketidakadilan. Di sisi lain, manusia tidak akan dapat melupakan keadilan, di mana pun dan kapan pun saja mereka senantiasa merindukan keadilan.
Republik Islam Iran sebagai negara berasaskan ajaran suci Islam serius mengaplikasikan keadilan dalam setiap kebijakan dan kehidupan rakyatnya. Oleh karena itu, negara ini gencar mengupayakan terealisasinya impian seluruh umat manusia tersebut. Salah satu upaya yang ditempuh Iran adalah menggelar berbagai seminar terkait keadilan. Pemikiran Strategis Kedua yang baru saja digelar di Iran dan dihadiri oleh Rahbar membuktikan keseriuan Tehran.
Seminar Pemikiran Strategis Kedua digelar Selasa (17/5) pagi dengan tema ‘keadilan' dengan dihadiri oleh Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei dan puluhan cendekiawan, intelektual, ulama dan pemikir dari hauzah ilmiah (pusat keilmuan Islam) dan kampus.
Seminar yang digelar selama 4 jam ini adalah seminar Pemikiran Strategis yang kedua. Di awal seminar, sepuluh cendekiawan memaparkan pandangan masing-masing dalam dua kategori pemikiran dan strategi menyangkut ‘dasar, ciri khas, dimensi dan kelaziman untuk keadilan.'
Seminar Strategis pertama digelar tahun lalu, tepatnya pada tanggal 1 Desember 2010 dengan tema Model Kemajuan Islami-Irani.
Ayatollah al-Udzma Khamenei dalam seminar ini menekankan kelaziman bertukar pandangan antara para pemikir dan kalangan intelektual untuk mencapai pandangan yang benar tentang keadilan menurut ajaran Islam yang murni seraya mengapresiasi langkah-langkah yang sudah dilaksanakan dalam tiga dekade terakhir untuk mewujudkan keadilan sosial dan menyebutnya cukup baik. Meski demikian, beliau mengatakan, kondisi saat ini sangat tidak memuaskan. Sebab, pemerintahan Islam menginginkan tegaknya keadilan secara maksimal, dan tegaknya keadilan berarti nilai luhur yang absolut dan universal.
Rahbar menyebut materi yang dipaparkan pada pertemuan ini sebagai materi-materi yang berbobot dan bermanfaat. Rahbar menandaskan,"Pertemuan hari ini tak lebih dari jalan pembuka. Diharapkan, pembahasan tentang keadilan bisa menjadi materi pembahasan para tokoh cendekiawan dan pemikir dengan memanfaatkan potensi besar yang ada di sini."
Seraya membawakan argumentasi dari ayat al-Qur'an, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebut keadilan sebagai tujuan utama yang ingin diwujudkan oleh agama. "Selain menerangkan tentang keadilan, para nabi juga berjuang untuk menegakkannya dengan bangkit melawan para thaghut dan kaum durjana. Dalam pergumulan antara zalim dan madzlum, para nabi selalu berada di front kaum tertindas. Akan tetapi para teoretis hanya bisa berbicara tentang prinsip keadilan di lisan," imbuh beliau.
Ayatollah al-Udzma Khamenei menjelaskan bahwa seluruh agama Ilahi meyakini bahwa akhir dari sejarah manusia adalah periode tegaknya keadilan. Beliau menambahkan, dalam memandang asal penciptaan dan manusia yang bergerak di jalur sejarah, agama-agama Ilahi selalu menekankan soal unsur keadilan, dan ini sangat istimewa.
Berdasarkan pandangan agama inilah, kata beliau lagi, dalam perjalanan revolusi Islam, masalah keadilan sejak awal menempati posisi yang istimewa. Dalam slogan-slogan rakyat, konstitusi, kata-kata dan pemikiran Imam Khomeini (ra) juga di berbagai periode 32 tahun berdirinya Republik Islam, keadilan adalah nilai luhur yang absolut.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menilai keadilan sebagai masalah penting bagi pemerintahan Islam. Menyinggung banyak hal yang sudah dilakukan dan dalam skala luas pasca kemenangan revolusi Islam untuk mewujudkan keadilan sosial, beliau menegaskan, "Semua pekerjaan yang baik ini belum memuaskan. Sebab, sesuai ajaran Islam kita dituntut untuk menegakkan keadilan sosial secara sempurna dan menghapus segala bentuk kezaliman. Karena itu kita harus terus bekerja keras, penuh kesungguhan dan secara penuh untuk mengurangi kesenjangan luas yang ada dan menegakkan keadilan."
Beliau menambahkan, untuk mengurangi kesenjangan dan menegakkan keadilan sosial dalam bentuknya yang maksimal, kita harus menemukan cara dan jalan yang tepat dan untuk itu diperlukan proses tukar pemikiran di antara para cendekiawan dan pemikir.
Rahbar menjelaskan perbedaan mendalam antara pandangan Islam dan pandangan ideologi-ideologi ciptaan manusia tentang keadilan. Beliau mengatakan, keadilan dalam Islam memancar dari kebenaran. Keadilan adalah tugas Ilahiyah sementara ideologi ciptaan manusia tidak memiliki persepsi seperti ini.
Menurut beliau untuk dapat mengupas dan memahami dengan benar pandangan Islam soal keadilan diperlukan langkah serius dan menjauhi pemanfaatan sumber-sumber serta ideologi Barat. Namun demikian di tataran praktis, Rahbar membolehkan umat Islam untuk meneladani keberhasilan orang lain. Karena menurut Rahbar di bidang teoritis kita dilarang untuk mengadopsi pandangan non Islam. Tapi kita harus berusaha mengupas sari ajaran suci Islam terkait keadilan.
Langkah-langkah seperti menggabungkan berbagai teori cendikiawan dan ulama untuk membentuk teori. Beliau dalam hal ini menekankan untuk merujuk pada ajaran murni Islam untuk memahami konsep keadilan secara utuh. Menurut Rahbar di Islam banyak ditemukan sumber untuk menjadi rujukan dalam memahami konsep keadilan seperti al-Qur'an, Nahjul Balaghah, kitab-kitab fiqih dan teologi.
Penekanan Rahbar untuk merujuk langsung ke sumber ajaran murni Islam guna memahami secara benar konsep keadilan dikarenakan teori-teori keadilan yang dimunculkan Barat murni dihasilkan pemikiran manusia. Dalam teori Barat keadilan lebih mengacu pada pemahaman kontrak sosial.
Di kesempatan tersebut, Rahbar meminta kalangan akademis lebih giat mengadakan riset di bidang keadilan. Beliau menilai di tataran teoritis meningkatnya teori-teori keislaman terkait keadilan sebagai solusi untuk sampai pada teori keadilan Islam. Rahbar meminta pusat-pusat keilmuan seperti universitas dan hauzah ilmiah untuk menggalakkan riset soal keadilan.
Dalam pertemuan itu beberapa ulama, cendekiawan dan pemikir menyampaikan pandangan masing-masing tentang keadilan. Pertemuan diakhiri dengan shalat Dhuhur dan Ashar berjemaah yang dipimpin Ayatollah al-Udzma Khamenei.
Apakah manusia yang berhasil mencapai kemajuan pesat di bidang sains, juga berhasil di bidang penegakkan keadilan? Sementara itu, jika kita saksikan sistem yang berkuasa di dunia saat ini, kita dapatkan bahwa dunia dipenuhi ketidakadilan. Di sisi lain, manusia tidak akan dapat melupakan keadilan, di mana pun dan kapan pun saja mereka senantiasa merindukan keadilan.
Republik Islam Iran sebagai negara berasaskan ajaran suci Islam serius mengaplikasikan keadilan dalam setiap kebijakan dan kehidupan rakyatnya. Oleh karena itu, negara ini gencar mengupayakan terealisasinya impian seluruh umat manusia tersebut. Salah satu upaya yang ditempuh Iran adalah menggelar berbagai seminar terkait keadilan. Pemikiran Strategis Kedua yang baru saja digelar di Iran dan dihadiri oleh Rahbar membuktikan keseriuan Tehran.
Seminar Pemikiran Strategis Kedua digelar Selasa (17/5) pagi dengan tema ‘keadilan' dengan dihadiri oleh Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei dan puluhan cendekiawan, intelektual, ulama dan pemikir dari hauzah ilmiah (pusat keilmuan Islam) dan kampus.
Seminar yang digelar selama 4 jam ini adalah seminar Pemikiran Strategis yang kedua. Di awal seminar, sepuluh cendekiawan memaparkan pandangan masing-masing dalam dua kategori pemikiran dan strategi menyangkut ‘dasar, ciri khas, dimensi dan kelaziman untuk keadilan.'
Seminar Strategis pertama digelar tahun lalu, tepatnya pada tanggal 1 Desember 2010 dengan tema Model Kemajuan Islami-Irani.
Ayatollah al-Udzma Khamenei dalam seminar ini menekankan kelaziman bertukar pandangan antara para pemikir dan kalangan intelektual untuk mencapai pandangan yang benar tentang keadilan menurut ajaran Islam yang murni seraya mengapresiasi langkah-langkah yang sudah dilaksanakan dalam tiga dekade terakhir untuk mewujudkan keadilan sosial dan menyebutnya cukup baik. Meski demikian, beliau mengatakan, kondisi saat ini sangat tidak memuaskan. Sebab, pemerintahan Islam menginginkan tegaknya keadilan secara maksimal, dan tegaknya keadilan berarti nilai luhur yang absolut dan universal.
Rahbar menyebut materi yang dipaparkan pada pertemuan ini sebagai materi-materi yang berbobot dan bermanfaat. Rahbar menandaskan,"Pertemuan hari ini tak lebih dari jalan pembuka. Diharapkan, pembahasan tentang keadilan bisa menjadi materi pembahasan para tokoh cendekiawan dan pemikir dengan memanfaatkan potensi besar yang ada di sini."
Seraya membawakan argumentasi dari ayat al-Qur'an, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebut keadilan sebagai tujuan utama yang ingin diwujudkan oleh agama. "Selain menerangkan tentang keadilan, para nabi juga berjuang untuk menegakkannya dengan bangkit melawan para thaghut dan kaum durjana. Dalam pergumulan antara zalim dan madzlum, para nabi selalu berada di front kaum tertindas. Akan tetapi para teoretis hanya bisa berbicara tentang prinsip keadilan di lisan," imbuh beliau.
Ayatollah al-Udzma Khamenei menjelaskan bahwa seluruh agama Ilahi meyakini bahwa akhir dari sejarah manusia adalah periode tegaknya keadilan. Beliau menambahkan, dalam memandang asal penciptaan dan manusia yang bergerak di jalur sejarah, agama-agama Ilahi selalu menekankan soal unsur keadilan, dan ini sangat istimewa.
Berdasarkan pandangan agama inilah, kata beliau lagi, dalam perjalanan revolusi Islam, masalah keadilan sejak awal menempati posisi yang istimewa. Dalam slogan-slogan rakyat, konstitusi, kata-kata dan pemikiran Imam Khomeini (ra) juga di berbagai periode 32 tahun berdirinya Republik Islam, keadilan adalah nilai luhur yang absolut.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menilai keadilan sebagai masalah penting bagi pemerintahan Islam. Menyinggung banyak hal yang sudah dilakukan dan dalam skala luas pasca kemenangan revolusi Islam untuk mewujudkan keadilan sosial, beliau menegaskan, "Semua pekerjaan yang baik ini belum memuaskan. Sebab, sesuai ajaran Islam kita dituntut untuk menegakkan keadilan sosial secara sempurna dan menghapus segala bentuk kezaliman. Karena itu kita harus terus bekerja keras, penuh kesungguhan dan secara penuh untuk mengurangi kesenjangan luas yang ada dan menegakkan keadilan."
Beliau menambahkan, untuk mengurangi kesenjangan dan menegakkan keadilan sosial dalam bentuknya yang maksimal, kita harus menemukan cara dan jalan yang tepat dan untuk itu diperlukan proses tukar pemikiran di antara para cendekiawan dan pemikir.
Rahbar menjelaskan perbedaan mendalam antara pandangan Islam dan pandangan ideologi-ideologi ciptaan manusia tentang keadilan. Beliau mengatakan, keadilan dalam Islam memancar dari kebenaran. Keadilan adalah tugas Ilahiyah sementara ideologi ciptaan manusia tidak memiliki persepsi seperti ini.
Menurut beliau untuk dapat mengupas dan memahami dengan benar pandangan Islam soal keadilan diperlukan langkah serius dan menjauhi pemanfaatan sumber-sumber serta ideologi Barat. Namun demikian di tataran praktis, Rahbar membolehkan umat Islam untuk meneladani keberhasilan orang lain. Karena menurut Rahbar di bidang teoritis kita dilarang untuk mengadopsi pandangan non Islam. Tapi kita harus berusaha mengupas sari ajaran suci Islam terkait keadilan.
Langkah-langkah seperti menggabungkan berbagai teori cendikiawan dan ulama untuk membentuk teori. Beliau dalam hal ini menekankan untuk merujuk pada ajaran murni Islam untuk memahami konsep keadilan secara utuh. Menurut Rahbar di Islam banyak ditemukan sumber untuk menjadi rujukan dalam memahami konsep keadilan seperti al-Qur'an, Nahjul Balaghah, kitab-kitab fiqih dan teologi.
Penekanan Rahbar untuk merujuk langsung ke sumber ajaran murni Islam guna memahami secara benar konsep keadilan dikarenakan teori-teori keadilan yang dimunculkan Barat murni dihasilkan pemikiran manusia. Dalam teori Barat keadilan lebih mengacu pada pemahaman kontrak sosial.
Di kesempatan tersebut, Rahbar meminta kalangan akademis lebih giat mengadakan riset di bidang keadilan. Beliau menilai di tataran teoritis meningkatnya teori-teori keislaman terkait keadilan sebagai solusi untuk sampai pada teori keadilan Islam. Rahbar meminta pusat-pusat keilmuan seperti universitas dan hauzah ilmiah untuk menggalakkan riset soal keadilan.
Dalam pertemuan itu beberapa ulama, cendekiawan dan pemikir menyampaikan pandangan masing-masing tentang keadilan. Pertemuan diakhiri dengan shalat Dhuhur dan Ashar berjemaah yang dipimpin Ayatollah al-Udzma Khamenei.
http://ismail-asso.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar