SELURUH RAKYAT PAPUA HARUS BERSATU MENYONGSONG INI

  • 5

10 November 2007

DEBAT SEKITAR KELAKUAN KANIBAL

Reply-To: Komunitas_Papua@yahoogroups.com To: SIMPA , Komunitas Papuakomunitas_papua@yahoogroups.com>, AMALUPAamalupa@yahoogroups.com> Subject: KOMUNITAS PAPUA [Diantara Kanibal dan Kebenaran, Ismail Asso] Kelakuan Kanibal Pejuang-Pejuang Papua Date: Mon, 10 Jul 2006 06:15:04 -0700 (PDT)

Diantara Kanibal dan Kebenaran

Bagian I

Pemahaman yang keliru akan memunculkan, kekeliruan berpikir atau yang disebut oleh Ismail Asso, sesat berpikir. Setidaknya itulah yang terbaca dari dua tulisannya menanggapi tulisan Pace Yosep Rumasep.

Memang kanibal merupakan istilah dalam dunia antropologi, yang menggambarkan tradisi kuno dalam kehidupan manusia, yang saling baku bunuh dan baku makan. Dalam perkembangannya�untuk bahasa Indonesia yang miskin kata, kanibal tidak lagi hanya di pakai dalam dunia antropologi saja, tatapi sudah merambah ke dunia teknologi dan lainnya. Misalnya, dalam teknologi, kata kanibal di pakai untuk menjelaskan suatu alat mesin A yang di ambil dari mesin B kemudian di pasang ke dalam mesin A. Ini di lakukan karena keterbatasan suku cadang mesin tersebut.

Dalam bahasa ada istilah majas atau gaya bagasa�kawan Ismail coba baca-baca lagi tentang gaya bahasa. Dalam tulisan Pace Yosep, �Kanibal� yang mau di ungkap adalah perilaku perpolitikan di Papua dari tahun 60- hingga sekarang dengan Kanibal sebagai setbecknya.

Tulisan Pace Yosep merupakan refleksi, perenungan pribadinya tentang perjuangan Papua dengan gaya perbandingan (majas perbandinga). Reflesi ini selain bagi dirinya, Pace Yosep juga ingin membagikannya refleksinya kepada semua Pejuanga Papua sehingga dia pun menulis �Kanibal-kanibal modern itu adalah kau dan saya. Anak Papua terdidik yang seharusnya berkelakuan lebih intelek ketimbang orang tua-orang tua kita terdahulu. Yang menggunakan berbagai media komunikasi massal untuk saling serang, menjelek-jelekan dan saling menjatuhkan. Lebih dari itu, untuk saling membunuh karakter sesama pejuang�.

Kesesatan berpikir dari kekeliruan memabaca tersebut membuat Ismail menulis panjang lebar dengan menyatakan�secara harafiah� kata kanibal hanya untuk di pakai dalam dunia antropologi dan sosiologi. Dalam tulisan Pace Yosep, tak ada bahasa yang menggambarkan bentrok fisik antara pejuang Papua dari OPM/TPN-nya dengan TNI "kanibal". Namun Ismail dengan kekeliruan membacanya menulis:

�Memang benar ada terjadi bentrok fisik antara pejuang Papua dari OPM/TPN-nya dengan TNI, namun jika dikatakan "kanibal" maka ini adalah prasangka buruk yang tidak saja tidak memahami konteks persoalan sosial politik Papua, tapi lebih dari itu, tuduhan itu tanpa dasar, karena itu tuduhan "kanibal" tidak mendasar dan tidak berdasar . Sebab "Kanibal" adalah istilah ilmiah yang digunakan oleh para ahli atau peneliti antropologi dan istilah ini tidak dikenal dalam perkamusan politik�.

Pemahaman konteks kata kanibal secara harafiah tersebut membuat tulisan Ismail hanya berpatokan pada kanibalisme adalah tradisi suku-suku pedalaman di bagian dunia lain dapat dipelajari dalam buku-buku antropologi. Sayangnya dan ironi sekali pada bagian akhir tulisannya Ismail kebingungan untuk mengungkapkan situasi di Papua, pembunuhan orang, perampokan kekayaan Alam Papua, sehingga Ismail menulis �Jika boleh pinjam mengunakan istilah 'Kanibalisme'-nya Rumasep.. dst� dan pada bagian paragraf ini jelas bahwa kata kanibalime juga bisa di pakai untuk menggambarkan perilaku Indonesia Terhadap orang Papua.

Bagian II

Pada bagian 2, Ismail �meramaikan� jawaban Pace Yosep untuk Wimalom. Dalam jawabannya tersebut Yosep menutip pembicaraan Socratez dengan seseorang pria yang menemuinya. Dalam percakapan tersebut ada tiga pion yang disampaikan. 1. Kebenaran, 2. Kebaikan dan 3. Kegunaan.

Ismail membahasnya dengan berfilsafat�mungkin karena yang di contohkan adalah percakapan Socratez�tentang kebenaran yang relatif. Sedangkan poin 2 dan 3 tidak di bahas oleh Ismail.

Memang betul bahwa kebanaran itu bisa relatif, tergantung siapa yang memandang. Kalau suatu benda misalkan korek di pandang dari kiri, tentunya akan berbeda ketika di pandang dari kanan. Tetapi tetap saja benda tersebut adalah korek api. Kalau hanya memfilsafatkan tetang kebenaran, bagi orang ilmu sosial kebanaran itu bisa relatif, tatapi bagi orang ilmu eshak tidak.

Ismail terjebak dalam kerelatifan, kalau kebenaran bisa relatif maka pertanyaannya pun bisa di pandang relatif �Mau dipertanyakan ulang disini adalah, apakah Rumasep menyadari bahwa secara etika apa yang dikatakannya itu sebagai baik dan benar, adalah pertanyaan yang tidak etis secara etika?� Etika dan Etis menurut siapa? Karena kerelatifan tersebut maka Ismail tidak bisa mengajukan pertanyaan tentang etis dan etika.

Seandainya Ismail memahami tulisan awal tentang kanibal, maka jawaban Yosep untuk Wimalom dapat di mengerti. Sederhana sekali, 1. Kebenaran apa yang ingin di sampaikan Wimalom? Apakah dengan mentelanjangi dan membunuh karakter organ, perjuangan Papua itu sudah merupakan sebuah kehebatan? 2. Kebaikan apa yang di peroleh dengan saling menelanjangi organ dan indifidu pejuang Papua? Apakah dengan menelanjangi dan membunuh karakter organ dan organ dan indifidu pejuang Papua kita sudah melangkah maju untuk perjuangan Papua? 3. Apa gunanya kita, saling menelanjangi dan membunuh menelanjangi dan membunuh karakter organ dan organ dan indifidu pejuang Papua?

Iyo sudah, begitu dulu eee�.

Dari Negeri Terjajah Kebenaran akan datang menggias Para Penipu Yonece Sabaseba Yosef Rumaseb wrote:

Ismail Asso, Saya hanyalah praktisi yang belajar dari realita dan tidak punya cukup kapasitas untuk mengutak-atik originalitas pandangan Aristoteles vs Plato vs Socratez. Anda lebih ahli di situ dan sebaiknya mencari ahli yang tepat untuk berdiskusi. Ketika saya membaca tulisan menarik yang menyebutkan dialog Socrates dengan seorang pria, dan ketika saya melihat bahwa point yang didiskusikan itu kontekstual sebagai bahan refleksi maka cerita itu saya posting di sini. Saya merasa tidak berkepentingan dengan sumber pemikiran, saya berkepentingan dengan pelajaran yang bisa digali dari dalam bacaan itu.

Point saya seperti yang anda sudah tahu adalah bahwa posting info atau opini di egroups yang bersifat menyerang prbadi seseorang sebaiknya disaring sebelum disampaikan. Apabila info atau opini itu tidak benar, tidak baik dan tidak berguna maka dampaknya akan merugikan. Tentu yang berkepentingan dengan sebuah info tentang Papua di egroups bisa sangat banyak. Bisa peneliti, bisa intelejen, bisa ... bisa dan bisa siapa saja. Masing-masing dengan saringan kebenaran, kebaikan dan kegunaan masing-masing. Tapi sejak awal, dialog ini menetapkan setting diskusi pada kelakuan pejuang Papua. Jadi, tolok ukur kebenaran, kebaikan dan kegunaan yang anda pertanyakan terbatas dari point of view itu.

Kita contohkan kasus paling akhir terkait Sidang Dewan Adat Papua. Seseorang melempar issue dalam egroups dengan menceritakan bahwa sejumlah pentolan Dewan Adat Papua menerima dan menyalahgunakan dana sampai milyran rupiah. Apakah berita itu benar? Seseorang sudah memberikan penjelasan bahwa informasi itu tidak benar. Apakah tindakan melempar info tidak benar itu baik? Bagi Papua jelas menimbulkan dampak tidak baik sebab orang saling curiga dan sebagainya. Membunuh karakter DAP. Tapi bagi pihak Indonesia, itu baik. Semakin banyak perpecahan yang menghancurkan kekuatan perjuangan Papua ... itu baik bagi Indonesia. Apakah itu ada gunanya? Silahkan menilai sendiri. Seorang yang berpihak pada kepentingan Papua akan berkesimpulanberbeda dengan kaki tangan dari pihak mana saja.

Anda bebas menggunakan posting itu sesuai kepentingan anda.

Salam, Yosef --------------------------------- From: ismail asso Reply-To: Komunitas_Papua@yahoogroups.com To:

Komunitas_Papua@yahoogroups.com Subject: Re: KOMUNITAS PAPUA Re: KOMUNITAS PAPUA Kelakuan Kanibal Pejuang-Pejuang Papua Date: Sat, 8 Jul 2006 04:23:45 -0700 (PDT)

RELATIVITAS KEBENARAN MANUSIA

Tanggapan balik, Yosep Rumasep, ditujukan kepada Wimalom. Maka saya hanya ikut meramaikan saja. Sebagai intelektual exercise belaka. Sebab bagi saya, baik atau benar, sejak dini penting dijelaskan disini bahwa itu hanya nisbi sifatnya sepanjang kebenaran atau kebaikan menurut manusia.

Karena kebenaran manusia sifatnya hanya kebenaran subyektif yang relatif dan nisbi, maka kebenaran siapapun, adalah kebenaran manusia, maka selalu dan selamanya hanya semata-mata kebenaran relatif atau subyektif belaka .

Maka bukan saja tidak pantas, melainkan juga absurd. Hatta kesannya bukan saja tidak bermanfaat untuk diri tapi bagi orang lain. Bahkan pesan tanggapan baliknya, sesungguhnya -sejauh yang kita amati, "Pseudo kebijaksanaan". Karena menyangkut pertanyaan berikut. Tentang; baik atau benar; Jadi kalau begitu, buat apa dan untuk siapa baik dan benar kalau ada yang tidak abadi (baca;relatif)?

Kalau tidak, nasehat kebijaksanaan Socrates dari Rumasep, sebaiknya, kita anjurkan saja disini, dibungkus untuk disimpan, agar pesan "bijaksananya" barangkali lebih bermanfaat jika simpan saja atau, sekalipun baik atau benar tapi bukan bagi orang lain dan untuk semua orang. Karena hal itu, dengan sendirinya disini kita tidak harus, karena memang tidak mungkin, bahwa kita tidak boleh, untuk memungkinkan, memaksa kebaikan dan kebenaran pada orang lain, sekalipun itu memang baik dan benar bagi kita.

Agar kita jangan sampai ada sikap seperti sendiri paling penting, atau paling tahu atau paling mengerti, sekali lagi ditegaskan disini adalah tidak pantas. Kecuali akibat kebalikannya, anda disini melakukan trush claim; sebagai orang benar dan baik yang sesungguhnya bertentangan dengan hak asasi manusia atau demokrasi.

Pertanyaan intinya adalah : kebaikan dan kebenaran sebagai kebijaksanaan; untuk siapa? Sekalipun atas nama kebaikan dan kebenaran, kebenaran subyektifitas seseorang bermanfaat bagi orang lain sehingga orang ini kebajikan penuh kebijaksanaan,Benevolence Diktatorship; menasehati orang lain?

Kecuali hanya, memperlihatkan agar menjadi lebih jelas, "kedoknya" yang tanpa disadarinya itu ia bisa saja dianggap, oleh orang lain bahwa, orang yang memposisikan diri, jadi secara tidak langsung, pada posisi "agak lain". Mau dipertanyakan ulang disini adalah, apakah Rumasep menyadari bahwa secara etika apa yang dikatakannya itu sebagai baik dan benar, adalah pertanyaan yang tidak etis secara etika? Karena baik atau benar selamanya subyektif, oleh karena itu, maka kebenaran selalu dan selamanya dibatasi oleh ruang dan waktu. Serta mengandaikan selamanya kebenaran manusia adalah relatif atau nisbi belaka?

Maka itu, kebenaran dan kebaikan sekalipun berasal dari Socrates, kebenarannya adalah usang, kuno, dan terbukti konsep "ide"-nya itu tidak lagi relevant bagi Aristoteles; muridnya Palto. Socrates tidak pernah menulis atas "gagasan" filsafatnya itu, kecuali kita tahu hanya melalui karya plato yang dibuktikan aristoteles bahwa konsep idenya Socrates yang populerkan oleh Plato itu terbukti tidak tahan uji, sehingga diperbaiki oleh Aristoteles.

Konsep kebenaran dan kebaikan Sokrates yang di tulis dan populerkan muridnya yang bernama Plato itu adalah kebenaran idealisme dan atau kebaikan meng-"awang-awang". Tidak lebih, kecuali konsepnya itu diperbaiki oleh Aristoteles, yang mengandaikan bahwa, kebenaran atau kebaikan memang relatif.

Disini saya tegaskan apa yang ingin dibawakan kebaikan atau kebenaran Rumasep sebagaimana menurutnya kisah Sokrates maka itu adalah kebenaran dan kebaikan usang tapi juga kuno yang tidak relevant untuk zaman sekarang. Konsekuensinya sudah jelas yaitu terbatas ,atau nisbi. Implikasinya kesalahan berfikir adalah sebagai kebenaran mutlak sehingga kita memaksakan pada pihak lain. Padahal pada saat yang sama kita menyisakan sebagai kesalahan diri sendiri, benar sendiri (trush cliem).

Padahal benar atau baik sifatnya selalu dibatasi oleh ruang dan tempat, yang mengandaikan kita untuk tidak bersikap mutlak, jadi tidak sok bijak dan sok benar sendiri. Menjadi dilematis memang, kalau, kecuali tidak menganggap mutlak diri sendiri sebagaimana tua-tua atau tokoh-tokoh Papua umumnya sebagaimana selama ini atas rekontruksi gerakan perlawanan generasi muda yang umumnya dilakukan oleh Mahasiswa semisal Pront PEPERA, AMP dan AMPTP dan lain-lain yang sejenis.

Sekalipun berpengalaman tau atau karena Tua, namun mereka tidak selamanya dan dapat sepenuhnya benar atau baik, apalagi bijaksana. Maka baik atau benar Rumasep tidak sepenuhnya dimaksudkan baik dan benar bagi Wimalom, tapi pada dasarnya sesuai dengan tema tulisannya dapat dipahami bahwa tulisan ini sesungguhnya mendiskusikan golongan orang Papua tertentu sebagai "kanibal".

Maka dengan sendirinya juga tanggapannya ini menjadi menarik didiskusikan, bukan karena menariknya tema tulisannya, melainkan tanggapan secara panjang lebar, Kelakuan "Kanibal"Pejuang-pejuang Papua yang ditulisnya, hingga tulisannya itu di muat disitus : Komunitas-Papua dan Melanesia News, sebagai headline news. walaupun tanggapannya sudah kita jawab sebagai respon baliknya. Namun yang ingin disampaikan kembali untuk menarik dikomentari adalah diangkatnya dan diseret-seretnya Tokoh Filosof Yunani Kuno.

Maka pembacaannya menjadi --secara tidak langsung-- Rumasep menempatkan posisi sebagai manusia sekelas dan segenius tokoh yang ia sebut menjadi sesuatu hal yang bukan saja muspra, melainkan menjadi kesan arogansi intelektual (baca : kesombongan) yang tidak patut. Lebih dari itu orang macam-macam "kita", (juga, Yosep Rumasep) pantas tidaknya menempatkan diri serta memposisikan sebagai orang bijak yang kemudian mau menasehati orang lain yang sesungguhnya itu lebih tepat bagi dirinya dari pada orang lain, lebih baik dipersoalkan disini.

Kebenaran, sebagaimana ia mencoba mau menasehati orang berdasarkan kebenaran yang ia pahaminya itu, apakah juga harus menjadi benar bagi orang lain, selain Rumasep adalah hal penting yang harus di mengerti olehnya. Tidak lain kecuali itu hanya sia-sia belaka, bagi maksud ini. Sebagaimana pendahuluan tanggapan ini sudah kukatakan bahwa berbeda pikiran sangat, sekali lagi sangat dianjurkan sebagai intelektual exercise, termasuk maksud dari menyangkut tulisan disini.

Maka itu, ini jangan kau ambil sebagai racun, tapi terimalah bahwa ini "hanya gagasan baru untuk persahabatan lewat diskusi jarak jauh diantara kita sesama anggota milis ini, yang berarti memiliki suara hati dan keprihatinan yang sama, hanya masalahnya kita belum pernah bertatap muka langsung, itu soalnya.

Terimakasih atas komentar persahabatan ini dapat anda terima atau menjawab tanggapan ini secara lebih jauh sangat saya harapakan. Sebelumnya diucapkan terimakasih.

Yosef Rumaseb wrote:

Sobat Wimalom yang terhormat, Mohon maaf saya terlambat menanggapi respon anda terkait sedikit kesibukan. Berikut ini adalah tanggapan saya.
Salam,
Yosef

Pada jaman Yunani Kuno, Socratez terkenal sebagai i. seorang terpelajar yang beintegritas. Reputasi tinggi ini adalah karena pengetahuan dan kebijaksanaan dia yang sangat tinggSekali waktu seorang pria menemui Socratez dan bertanya : "Tahukah anda apa yang saya dengar mengenai teman anda?"

"Tunggu sebentar", jawab Socratez, " Sebelum memberitahukan hal itu, saya ingin anda melewati ujian kecil. Ujian tersebut dinamakan Ujian Saringan Tiga Kali."

"Ujian Saringan Tiga Kali?", tanya pria itu. "Betul!", jawab Socratez.

"Sebelum anda mengatakan kepada saya mengenai teman saya itu, mungkin adalah ide yang bagus untuk menyaring apa yang akan anda katakan itu. Itulah kenapa saya sebut Ujian Saringan Tiga Kali. Saringan Pertama, sudah pastikah anda bahwa apa yang anda sebutkan kepada itu itu adalah suatu KEBENARAN?"

"Tidak", kata pria itu. "Sesungguhnya saya baru mendengar berita ini dan akan menyampaikan kepada anda."

"Baiklah!", kata Socratez. "Jadi sebetulnya anda tidak tahu apa yang anda sampaikan itu benar atau tidak."

"Sekarang mari kita coba saringan kedua. Saringan kedua adalah KEBAIKAN. Apakah yang anda katakan kepada saya mengenai teman saya itu mengandung kebaikan?"

"Tidak. Sebaliknya itu adalah hal yang buruk."

"Jadi", anjut Socratez, "anda ingin menceritakan sesuatu hal yang buruk tentang dia tetapi anda sendiri tidak tahu apakah hal itu benar atau tidak? Kalau begitu mari kita melihat saringan ketiga. Anda mungkin bisa lulus dari saringan ketiga yaitu KEGUNAAN. Apakah yang akan anda katakan kepada saya tentang teman saya itu berguna untuk saya?"

"Tidak, sungguh tidak!", jawab pria tersebut.

"Kalau begitu," simpul Socratez, " Jika apa yang hendak anda ceritakan kepda saya itu tidak benar, tidak juga baik dan tidak berguna ... kenapa ingin cerita kepada saya?"

Sebuah panah yang melesat dan membunuh jiwa sesama yang tak bersalah dan sebuah kata yang telahdiucapkan menyakiti hati sesorang ... keduanya tak dapat ditarik kembali. Karena itu, sebelum sampaikan sesuatu gunakanlah Saringan Tiga Kali.

--------------------------------- From: Koteka Arrarua Reply-To: Komunitas_Papua@yahoogroups.com To: Komunitas_Papua@yahoogroups.com Subject: Re: KOMUNITAS PAPUA Kelakuan Kanibal Pejuang-Pejuang Papua Date: Tue, 20 Jun 2006 19:00:49 -0700 (PDT)

To the Point saja: KALO TIDAK MAU merasa DITELANJANGI dan dibunuh KARAKTER kita masing2 maka: KERJALAH DENGAN JUJUR DIATAS TANAH INI.

JANGAN JADI BUNGLON!!!! Titik ______________________ Yosef Rumaseb wrote:

Catatan Ringan Yosef Rumaseb

KELAKUAN �KANIBAL� PEJUANG-PEJUANG PAPUA

Puluhan tahun lalu, berbagai laporan antropolog, tulisan di media massa maupun cerita dari mulut ke mulut tentang Papua penuh dengan stereotype. Bangsa dan negeri ini dilukiskan sebagai sorga yang terhilang, kaya raya dengan SDM tapi berpenduduk itam, keriting, berpencar dalam banyak suku, suka berperang antar suku dan suka makan daging sesama manusia (kanibal), dst, dst. Papua terkesan sebagai wilayah yang penduduknya berkelompok-kelompok menurut marga dalam satu suku, menurut suku-suku terhadap suku-suku lain, menurut wilayah geografi ada penduduk pantai, gunung, pedalaman dsb dan tidak memiliki komunikais cukup antara satu dengan lainnya.

Laporan-laporan itu membentuk pandangan umum tentang Papua sebagai kelompok suku yang saling memerangi kelompoknya, suka terlibat hongi dan perang suku, suka menggunakan suanggi untuk makan sesama, suka makan daging sesamanya manusia. Laporan-laporan itu ternyata memberikan dampak politik serius terhadap perjuangan Papua. Konon khabarnya, cerita ini sampai juga ke telinga Presiden US John F Kenedy. Karenanya,dalam konfrontasi Indonesia melawan Belanda memperebutkan tanah Papua, beliau memutuskan posisi US untuk mendukung penyerahan negeri kaya berpenduduk kanibal ini kepada Indonesia.

Itu tahun 1960-an * * * Dewasa ini, generasi muda Papua seharusnya diuntungkan oleh perkembangan teknologi komunikasi sedemikian sehingga bisa berkomunikasi melintasi ruang dan waktu. Seorang di hutan belantara Papua bisa berkomunikasi dengan saudara lain dalam kamar tidurnya di negara antah berantah. Papua sudah bukan lagi komunitas masyarakat yang terisolir. Dia memiliki akses untuk menyebarkan dan menerima informasi maupun berkomunikasi dengan siapa saja. Seharusnya kondisi ini membentuk kelakuan baru dalam komunitas Papua untuk semakin terbuka, tidak saling curiga, dan terlebih lagi tidak saling serang dan saling membunuh.

Ternyata tidak. Kita masih berkesempatan menyaksikan �perang suku� antar organ-organ perjuangan Papua. Email-email group memamerkan secara telanjang perdebatan yang kadang kala vulgar sekali yang mempertentangkan dikotomi antara perjuangan demi kemerdekaan Tanah Papua yang memilih pendekatan violence versus yang memilih pendekatan non-violence. Antara yang memilih pendekatan non-kooperatif dan kooperatif. Kita masih menyaksikan sesama anak bangsa saling serang, saling mencopot pakaian sesamanya, menelenjangi sesama di depan umum, mempermalukan lalu kemudian membunuh karakter sesama dengan rasa bangga. Kelakuan �perang suku�, kelakuan �perang hongie� dan kelakuan kanibal itu ternyata bukan stereotype masa lalu tapi adalah realita yang masih hidup sekarang di kalangan anak Papua modern.

Ada anak bangsa yang yakin bahwa konfrontasi adalah pilihan efektif untuk angkat masalah Papua. Dia mengumpulkan segala kegagah-beranian dia dan menekan sampai ke alam bawah sadar segala rasa takut selama ini. Bergabung bersama kawan-kawan dan melakukan aksi. Sayang sekali, ada peran invisible hands atau kontribusi faktor X yang kemudian membelokkan arah aksi itu menjadi ajang anarkhis yang brutal dan menciptakan chaos. Dia dan kawan-kawan ada yang ditangkap, disiksa, dimasukan ke bui, dikejar-kejar, melarikan diri dalam ketakutan amat sangat. Seolah siksaan penguasa tenyata belum cukup. Lalu muncul sesamanya saudara sendiri orang Papua yang konon ada pada satu alur cita-cita perjuangan dan ikut membunuh dia. Email group digunakan untuk sebut nama ini atau itu, salahkan peran si ini dan si itu sebagai biang kerok tindak kekerasan yang mengundang aksi militer. Tidak cukup oleh penguasa, karakter Anak Bangsa Papua yang gagah berani itu dicabik-cabik oleh saudara sebangsa sendiri. Tidak cukup dicabik-cabik, karakternya pun dibunuh oleh kanibal-kanibal modern yang sama-sama ada dalam perjuangan Papua.

Ada pula anak bangsa yang memilih pendekatan non-violence. Bekerja sama dengan berbagai komponen lain, melakukan aksi-aksi advokasi secara damai. Melakukan study dan kampanye-kampanye. Kampanye-kampanye dia ternyata meninggikan issue Papua, membuat penguasa negeri menggeliat bagai cacing kepanasan. Mereka ditekan, diteror, diintimidasi oleh sang penguasa. Tapi itu belum cukup. Sesamanya sendiri yang konon kabarnya adalah saudara seperjuangan pun tak tinggal diam. Email group digunakan untuk mencopot celana saudaranya, menelanjanginya di muka umum, menyebut dia Yudas Iskariot, pengkhianat bangsa, penjilat dan segudang terminologi vulgar. Karakternya sedang dibunuh oleh saudara seperjuangannya sendiri. Karakternya sedang dicabik-cabik dan dimatikan perlahan-lahan oleh kanibal-kanibal Papua yang sedang sama berjuang.

Organ perjuangan yang paling potensial untuk dibantai dan dicabik-cabik sampai mati saat ini adalah PDP dan Dewan Adat Papua. Kedua Lembaga itu dilahirkan ibarat kakak beradik dari satu rahim tanah Papua. Proses pembuahan kedua kakak beradik itu sampai kelahirannya disaksikan � dan bahkan melibatkan --oleh mayoritas anak Tanah Papua. Dan sekarang seluruh Papua sedang nikmat menyaksikan masa sekarat keduanya. Mereka dipadati dengan berbagai aspirasi yang memuncak, tetapi minus dukungan logistik, minus dukungan tenaga, minus segala hal. Beberapa orang yang menyelenggara lembaga ini adalah ibarat orang-orang gila yang nekad bekerja tanpa gaji, siap diintimidasi, malah ada yang sudah dibunuh, nekad melibatkan keluarga dan masa depan anak istrinya dalam ketidak-pastian. Dan itu belum cukup. Mereka ditelanjangi oleh saudara seperjuangan, dicaci maki, dikatakan sebagai pejuang kesiangan tak berguna, tak berbuat apa-apa. Kita sedang menikmati proses pembunuhan karakter PDP dan DAP dan anak-anak Papua gagah berani yang bekerja di sana. Pembunuhan karakter itu sayangnya bukan hanya dilakukan oleh lawan tetapi juga oleh kanibal-kanibal modern dalam perjuangan Papua.

Kanibal-kanibal modern itu adalah kau dan saya. Anak Papua terdidik yang seharusnya berkelakuan lebih intelek ketimbang orang tua-orang tua kita terdahulu. Yang menggunakan berbagai media komunikasi massal untuk saling serang, menjelek-jelekan dan saling menjatuhkan. Lebih dari itu, untuk saling membunuh karakter sesama pejuan.

Kata orang, kondisi demikian membuat simati pihak luar atas perjuangan Papua pudar. Kata orang kondisi demikian membuat invisible hands dengan gampang memainkan strategy divide et impera dia.

Itu kondisi tahun 2006. * * * Gampang benar menermukan perbedaan dan menggunakan itu untuk memecah belah atau membunuh karakter. Yang sulit adalah menemukan daya yang mempersatukan dan menunjang keperkasaan karkater pejuang Papua.

Mungkinkah kita menggunakan segala forum komunikasi sebagai wadah untuk memperbesar energy perjuangan kita ? Mungkinkah kita memadukan sumber daya perjuangan yang kecil-kecil dan terpisah-pisah sehingga menjadi satu daya besar? Mungkinkan kita berlaku ibarat kumpulan-kumpulan air yang menyatu dan mendapatkan energy seperti tsunami yang meluluh-lantakkan bangunan sosial politik yang hendak membinasakan kita? Itulah tantangan kita dari tahun 2006 ke depan *** Tanah Papua Minggu 18 Juni 2006

Tidak ada komentar: