SELURUH RAKYAT PAPUA HARUS BERSATU MENYONGSONG INI

  • 5

08 Januari 2008

DISKUSI PEMBEBASAN PIKIRAN

BEBUKA

Biar terus mencair, tanpa pernah beku, bagai air sungai yang terus mengalir. Seperti kita pertamakali turun kesungai, air mengalir, lalu kita minum atau mandi disana. Ketika kita kembali turun kesungai, untuk keduakalinya ditempat yang sama, kita mengira bahwa air sungai yang mengalir tadi, tetap ada disitu, karena memang air tetap mengalir seperti semula tanpa pernah berhenti. Kita tidak pernah menyadari atau berfikir bahwa air yang tadi, sama dengan air yang mengalir sekarang, seperti pertama kita turun kesungai, masih yang itu-itu juga.

Padahal air yang mengalir tatkala kita pertama turun ke sungai, sudah lama berlalu. Air itu, mungkin sudah sampai menyambung dengan sungai besar atau sudah di muara untuk bersatu dengan air laut yang asin. Seperti juga pengalaman masa kecil dulu dikampung halaman, sebelum penjajah (kolonialis) datang, pada saat mana, sungai-sungai masih jernih bersih, tidak seperti sekarang setelah mereka (penjajah) datang sungai-sungai menjadi kotor dan keruh, tidak ketahuan warna aslinya lagi.

Bahwa di kampung halaman, Tanah Air Tercinta Papua Barat dulu, kita (siapa saja orang Papua), -dulu, mungkin tidak lagi sekarang -sering turun minum langsung tanpa pernah masak karena sungainya bersih dan jernih. Bahkan kejernihan sungai, kita bisa melihat, tembus mata sampai ke dasar air. Hal seperti itu sudah tidak banyak ditemukan lagi sekarang, karena banyak orang datang, "kehadiran" yang bukan-bukan menyebabkan air sungai menjadi kotor dan keruh warnanya, kita bisa dapat penyakit (sakit) kalau mau meminumnya langsung tanpa terlebih dahulu direbus.

"Kehadiran" biasanya membawa penyakit, mereka (para "kehadiran") , membawa jorok, kotor dan menjijikkan, tidak bersih. Mereka, para "kehadiran" mandi, mencuci, berak, dan buang sampah kotoran kesungai. Para "kehadiran" sudah biasa dari "sana"-nya. Sungai menjadi kotor, tidak jernih dan banyak habitat akhirnya pada mati.

A. Diskusi Bagai Air Mengalir

Bermula dari cerita air mengalir. Bahwa seharusnya kita, sebagaimana filsafat air mengalir, harus terus mengalir, tanpa pernah berhenti, dalam hal berfikir. Tapi mengapa tidak ada sama sekali tidak ada respon, debat, setuju-menolak, misalnya terhadap beberapa artikel yang saya tulis. Anak-anak kita, Papua, seakan menyetujui begitu saja, atau menolak tapi diam adalah sesuatu hal yang saya rasa jangan pernah ada.

Bahwa dalam hal dinamika berfikir, untuk proyek pembebasan pemikiran dengan adanya wacana pro-kontra suatu pemikiran, kita akan menemukan kebenaran sesungguhnya. Suatu pemikiran jangan kita telan secara mentah, bulat-bulat begitu saja, sehingan dengan adanya debat suatu gagasan dapat teruji public, sarananya adalah sharring pemikiran lewat perdebatan.

Tapi mengapa anak-anak kita, Papua, misalnya mendiamkan begitu saja, misalnya beberapa pemikiran saya dalam artikel terakhir. Sekalipun datangnya gagasan itu dari orang sekampung, seide, sepaham dengan kita. Apapun pemikiran entah biasa atau tidak biasa, sebaiknya diwacanakan saja dulu, agar kelihatan jernih atau kotor, keruh, banyak sampah, sekali lagi, suatu pemikiran, kita tetap harus mengujinya.

Wacana atau perdebatan pemikiran adalah sebagai sarana untuk usaha terus menerus tanpa pernah berhenti, seperti air mengalir diatas untuk menemukan kebenaran. Saya terus terang, merasa heran, malah kecewa, wah..! Kitong, anak-anak komen ini, diam sampe, macam su stuju deng apa yang dong tulis, ato dong kastau. Siapaun saya, Ismail Asso, anak koteka, tidak menutup kemungkinan, apapun yang saya tulis, sudah tidak murni lagi, bahkan banyak mengandung biased kebutuhan kolonial. Karena itu untuk mengujinya harus lewat perdebatan. Jangan sampe tong terima begitu saja.

Karena lalulintas pemikiran yang begitu berseliweran, sa ato dan siapa saja, anak-anak komen, tidak selalu dan selamanya bisa steril terhadap kemungkinan adanya biased itu. Dan jika dibiarkan tanpa di uji, pemikiran demikian ditelan mentah-mentah, akibatnya bukan saja penyakit tapi sebagaimana yang dikeluhkan sekarang pemunahan (genosida). Oleh sebab itu saya sesungguhnya sangat setuju dengan Sa Pu Kaka Bagus, kaka Sem, yang walau secara tra langsung tapi menyengol, ato kalau kitong di gunung sana, biasa ada kasih tanda, deng tanda asap api, pertanda ada bagaimana.

B. Menguji Kebenaran

Seperti sudah dijelaskan diatas bahwa salah satu manfaat diskusi adalah tujuannya untuk menguji kebenaran suatu gagasan orang yang mencekoki kepada kita. Untuk mengujinya, bahwa gagasan itu baik, bermanfaat, benar dan dapat dijadikan sebagai standar nilai kebenaran universal. Maka perlu dibuka kran air, atau wacana diskusi, agar mengalir. Salah satu manfaatnya adalah selain kita menguji kebenaran pemikiran seseorang kita mendapatkan banyak wawasan lain yang baru dan lain, yang kita belum tahu menjadi banyak tahu, tambah wawasan (banyak ilmu).

C. Menemukan Kebenaran

Dengan diskusi atau debat sesungguhnya kebenaran mudah terlihat, untuk itu argumentasi dengan berbagai data dan informasi adalah kekuatan menemukan kebenaran suatu gagsan pemikiran diuji baik-tidaknya, bermanfaat-tidak, kuat bertahan-tidaknya adalah salah satu alat untuk mengukur keabsahan suatu gagasan bisa diterima umum atau tidak. Betapapun suatu gagasan bagus dan benar, belum tentu bermanfaat dan bermakna positif bagi semua kelompok masyarakat. Hanya sebagai suatu kebenaran biasanya, kalau itu memang benar dan baik dan bermanfaat akan diterima diman saja dan siapa saja.

D. Menetapkan Kebenaran

Untuk menerima sekian banyak lalulintas pemikiran yang berseliweran dihadapan kita dengan berbagai macam teori, ada baiknya sebelum kita, mau menerima dan menetapkannya sebagai suatu standar nilai bagi kita, masyarakat suku kita, sebaiknya harus melalui beberapa proses sebagaimana proses diuraikan diatas. Dan kita banyak belajar dari sekian banyak kebenaran perspektif, kebenaran manusia yang tidak hanya satu tapi banyak. Kita hanya mengambilnya yang bermanfaat dan berguna bagi kita untuk sekian banyak gagasan kebenaran, kebenaran terbaik bagi kita, sebagai standar nilai.


Tapi bukan main, saya merasa heran, misalnya ada beberapa artikel yang saya tulis tidak ada kritik atau memperdebatkannya, seakan sudah begitu saja bisa diterima tanpa uji publik, dianggap kebenaran final. Padahal saya menulis dan nyatakan bahwa semua adalah proyek latihan pemikiran untuk dibuka kran diskusi lebar-lebar agar kita darinya memetik hikmah, bukan menerima dan menelannya begitu saja.

Demikian dan sekian dulu, ajakan "Anak Koteka" untuk Papua; MARI BERDISKUSI.. ..Jangan Pernah Berhenti Bebaskan Pikiran.

http://ismail-asso.blogspot.com

1 komentar:

Van Elki mengatakan...

pa kabar pace..!
masih kenal sy kah?

salam...! :D