Papua Zona Damai cukup menyejukkan semua pihak terutama masyarakat sipil Papua. Karena harapan itu diusung dan dideklrasikan bersama oleh pemuka dan tokoh-tokoh agama, perintah dan militer di Papua Barat. Sejatinya gagasan dasarnya yang konon dilahirkn oleh keuskupan Papua itu baik dan mulia. Keuskupan Papua sejauh ini kita ikuti menunjukkan gelagat mulia bahwa sepak terjang mereka dalam hal ini advokasi dan peran perjuangan keberpihakan pada rakyat Papua yang tertindas cukup besar dan membanggakan hati kita semua.
Kata kuncinya adalah ‘Papua Zona Damai’, sebanding dengan terma ‘kasih dan damai’. Walaupun penggunaan kata ini tidaklah sepenuhnya dimonopoli keuskupan tapi paling penting adalah bahwa ada niatan mulia para Uskup. Dan mereka mau mencoba mengajarkan pada kita sebagai bagian dari korban kekerasan militer Indonesia (TNI/POLRI) tentang “kasih”, sebagaimana missi kemanusiaan yang spiritnya diambil dari nilai-nilai utama yang diajarkan Yesus Kristus. Hal demikian itu dapat diteladani oleh umat beragama lain terutama kaum muslimin Papua Barat tanpa menafikan bahwa nilai sama juga dimiliki didalam agama Islam sendiri. Misalnya Nabi Muhammad bersabda : Wamaa bu’itstu liutammimal akhlaq (Al-Hadits). Artinya : “Tidaklah Aku di utus, kecuali hanya untuk menyempurnakan akhlaq (moral)”.
Keutamaan nilai-nilai ke-Katolik-an yang ingin di bumikan oleh Agama Katolik selama ini di Papua Barat patut ditiru oleh agama-agama besar samawi lain terutama penganut Agama Islam (jadi manusianya) sebagaimana salah satu perintah dalam Al-Qur’an misalnya : Kuntum khoiro mummatin ukhrijat linnasi ta’muruuna bil ma’ruf wayan hauna ‘anil fa’syai walmunkari,. Artinya : “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Imron 104).
Peran dan perjuangan Agama Katolik di Papua selama ini menunjukkan keperpihakan pada rakyat cukup besar, misalnay penanggulangan HIV/AIDS, untuk menyebut hanya salah satu contoh saja, karena itu sangat kita hargai. Demikian peran Gereja dan para Pendeta Kristen di Papua Barat yang pada umumnya selama ini sangat membantu dan menggembirakan hati kita semua. Hal demikian dari kelompok Islam tidak kelihatan, kecuali hanya ada satu lembaga dari Majelis Muslim Papua (MMP) yang baru didirikan dengan tokoh fenomenalnya Thaha Al-Hamid, membanggakan pribumi muslim Papua itu.
Papua Zona Damai
Terminologi ‘Papua Zona Damai’, sejak dideklarasikan di Jayapura oleh para tokoh agama yang dihadiri pemerintah dan penguasa militer saat itu, sekarang ini menjadi stateman populer dikalangan petinggi penguasa di wilayah konflik ini dalam menyikapi berbagai issu terror yang terjadi beberapa tahun belakangan ini. Tujuannya jelas untuk menciptakan atau mewujudkan kedamaian karena dasarnya Papua memang tidak aman tapi penuh konflik yang sering terjadi setiap saat diseantero pelosok Papua dan itu tempatnya juga berpindah-pindah dari satu lokasi kawasan daerah ke kawasan daerah lain sepanjang integrasi Papua tahun 1962 melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) dan secara resmi di Dewan PBB tahun 1969.
Terma impian, (sebut saja demikian karena selama ini memang belum pernah tercipta kedamaian sebagaimana harapan para tokoh agama), Papua Zona Damai yang digagas karena berangkat dari keprihatianan para “ulama” karena senantiasa ada terror dan banyak korban jatuh di pihak rakyat sipil misalnya pengusiran, penembakan, penculikan dll. Dia lahir karena dari latar belakang persoalan konflik politik kepentingan yang berkepanjangan antara rakyat Papua dengan Indonesia yang didukung penuh Amerika Serikat akan kehadirannya disana selama ini.
Kelahirannya dan impian ‘Papua Zona Damai’ gagasan dasarnya adalah baik karena harapan dan impian kita semua. Disamping itu terma ini disamping dilahirkan oleh para pemuka agama Papua yang terdiri dari tokoh Katolik, Protestan dan Islam juga ada perwakilan pemerintah dan juga dihadiri penguasa Papua (militer). Terma Papua Zona Damai nan indah dan anggun yang diimpikan para tokoh agamawan itu kenyataannya sampai hari ini belum pernah terwujud secara sesungguhnya seperti apa wujud konkrit makluk ‘damai’ itu sesungguhnya.
Harapan muluk dan indah membawa kedamaian bagi rakyat Papua itu hanya live service, dibibir saja, dan itu selama ini hanya dimanfaatkan elit penguasa militer Papua (misalnya dalam berbagai kesempatan statemen, Pangdam Trikora sering mengucapkan kata ini) jika terjadi gejolak. Para tokoh agama yang berkolaborasi dengan elit penguasa selama ini guna mewujudkan impian itu kenyataannya hanya mimpi belaka karena format kedamaiaan diusung tanpa grand designe cantik dan strategis. Sejak dideklrasikannya sejauh ini belum pernah secara sanggup dan mampu dimengerti oleh kita hakekat dari Zona Damai.
Bahkan rakyat Papua tidak tahu tentang konsep dan opersionalnya seperti apa mau diwujudkn oleh mereka. Malah masih bertanya wujud dan kenyataan kedamaian itu dimana dan bagaimana. Karena terbukti selalu yang didapati rakyat selama ini adanya terror, bom, penembakan, penculikan, pengejaran, DPO, akhinya darah, air mata, dan penyiksaan, penangkapan, pelarangan simbol cultural dll (tidak muat di tulis semua disini). Pertikaiaan dan keadaan darurat ini selalu dan itu ada terus sejak tokoh-tokoh agama mendeklrasikan “Papua Zona Damai”.
Revolusi adalah Solusi Papua “M”
Zona Papua Damai tidak menawarkan apa-apa kepada rakyat Papua selama ini, demikian juga dengan Otsus Papua, terbukti tidak jelas, sama persis janji-janji sorga para tokoh agama selama ini tanpa pernah kita tahu dan mengerti persis sorga dan neraka itu seperti apa dan dimana letaknya. Bahkan terkesan selama ini belum pernah jelas format operasionalnya seperti apa adalah permasalahannya. Sehingga penyelesaiaan secara menyeluruh persoalan Papua tidak pernah menyentuh substansi dan akar persoalan yang sesungguhnya.
Karena itu saat ini dan kedepan perlu ada suatu tindakan konkrit dengan pemikiran bagaimana grand designe guna mewujudkan suatu perubahan menuju impian yang sebenarnya Papua Zona Damai yakni solusinya adalah Papua harus Merdeka. Menurut hemat saya pribadi Papua Zona Damai yang diimpikan bersama dapat terwujud kelak kalau Papua sudah merdeka lepas dari penjajahan dan kolonialisme.
Saat ini harapan ‘Papua Zona Damai’ belum bisa terwujud kalau tindakan nyata misalnya PT. Freeport belum ditutup, TNI/POLRI belum di tarik dari Tanah Papua, pengiriman berbagai kompi kesatuan militer masih didatangkan. Maka omong kosong, ‘Papua Zona Damai’ selalunya yang ada dan nyata adalah; ‘Papua Zona Darurat, itu saja lain tidak!
Padahal untuk menuju arah kesana pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat dan Amerika saat ini adalah membentuk komisi kebenaran dan rekonsialiasi, penegakan suplemasi hukum, advokasi terhadap korban HAM oleh militer, barulah kita sedikit mau percaya ada harapan Papua Zona Damai. UU Otonomi Khusus tentang komisi kebenaran dan proses rekonsiliasi yang tugasnya pertama klarifikasi sejarah Papua, kedua rekonsiliasi terhadap korban-korban maupun pelanggaran-pelanggaran HAM belum pernah dilaksanakan sepanjang otsus berjalan sejak tahun 1999-2009 ini. (Felix Wanggai, wawancara, Jum’at/17/2009).
Untuk itu perlu ada langkah baru secara revolusioner para eksponen generasi muda dan tua wajib dilakukan. Dengan langkah pertama adalah duduk bersama memformat ulang strategi perjuangan seperti apa mau ditempuh segera dibenahi. Bukan ikut-ikutan tua kastau Papua Zona Damai, yang lain diam dan tua selesai bicara begitu menjabat jabatan Otsus lalu diam dan pigi bawa uang banyak jalan-jalan ke Jakarta dan hanya komentar di internet memperhatikan anak-anak muda melakukan aksi. OPM akhirnya jadi singakatan dari Operasi Papua Menado.
Revolusi gerakan perjuangan penting dilakukan karena tujuannya keluar dari aksi tradisional seperti sementara pihak secara sporadis dan tidak taktis sistematis selama ini. Kedepan perlu dibenahi ulang secara total, baik aksi-aksi TPN/OPM maupun aksi-aksi tanpa terencana yang terlihat dilakukan oleh anak-anak negerasi muda Papua. Untuk itu guna melakukan revolusi konsep-konsep jihad dapat diinterpretasi dalam konteks perjuangan Papua.
Revolusi yang dimaksudkan adalah recontrucsi pemikiran dan aksi perlawanan. Terkesan selama ini anak-anak muda dalam aksinya kurang referensi. Dan itu kelihatan sekali bahwa para pejuang generasi muda Papua sangat lemah dan rapuh dalam merancang aksi yang strategis dan taktis untuk mencari perhatian dunia internasional sebagaimana yang dilakukan oleh para mahasiswa Timor Leste tempo hari.
Guna menata ulang wajah Papua yang berkedamaianan, berkeadilan, berkesejahteraan dan bermartabat merupakan suatu keharusan dilakukan oleh generasi muda Papua saat ini. Papua baru yang dimaksud adalah sebuah bangunan kebangsaan dan berkenegaraan yang sesuai dengan amanah dan cita-cita penderitaan rakyat dan ketertindasan akibat pemiskinan sosial budaya Papua. Mengingat reformasi adalah sebuah pilihan untuk membawa rakayat Papua dari krisis nasional karena terbukti makin kehilangan arah dan tujuannya dalam pergerakannya. Bahkan selama 10 tahun terakhir kelangsungan dana-dana Otsus Papua secara mencolok telah dimanfaatkan oleh segelintir elit penguasa dengan mengorbankan hak-hak rakyat banyak secara tanpa manusiawi.
Estafet kepemimpinan nasional Papua harus dihasilkan melalui jenjang organisasi dalam kurun waktu kedepan dari generasi ke ngenerasi berikutnya, sebab generasi tua terbukti terjebak dalam distorsi dan problematika kehidupan berbangsa dan bernegara secara serius. Keberadaan kepemimpinan nasionala yang akan dihasilkan organisasi berjenjang harus mampu memberikan perubahan secara substansial dan mendasar dikalangan rakyat Papua dewasa ini. Kebuntuan ini suka tidak suka peran dan eksistensi generasi muda Papua wajib tampil ke depan guna membela kepentingan rakyat Papua menyeluruh secara cerdas dan rovolusioner.
Sebagai bangsa pernah merdeka dan berdaulat penuh, kewajiban generasi muda Papua wajib mengembalikan dan merebut kembali kemerdekaaan itu sehingga pengakuan internasional sangat memerlukan percepatan perubahan untuk menyongsong peradaban baru. Agenda perjuangan tahun 2009 semakin mendapat sorotan kritis dari berbagai kalangan. Otsus Papua menyita puluhan trilyun uang dinilai mubazir dan berpotensi chaos kepentingan elit Papua. Selebihnya kedudukan jabatan dalam stuctur kolonial hanya menjadi sarana legitimasi bagi kepentingan status quo elit Papua.
Kondisi ini sangatlah ironios, dimana rakyat diposisikan sebagai obyek pelengkap semata. Rakyat dibuat tak berdaya dan manut pada kemauan segelintir elit pro kolonial. Hasilnya dari Otsus Papua tidak membawa perubahan yang sejalan dengan kemauan rakyat banyak. Kenyataan ini menyebabkan puluhan tahun kelangsungan perjuangan yang diperjuangakan rakyat dihinggapi kehidupan kabut gelap kehidupan berbangsa dan bernegara secara tidak wajar. Seluruh elemen bangsa Papua harus melakukan terobosan konkrit untuk melahirkan kepemimpinan alternatif secara damai dan konstitusional.
Papua tidak bisa bangkit dan maju sebagai sebuah bangsa jika para elit penguasa daerahnya masih mendepankan kepentingan kelompoknya. Selain itu pemimpin nasional yang dilahirkan melalui organisasi berjenjang harus memiliki visi dan negarawan. Elit-elit penguasa yang berkuasa dan tampil dipentas politik saat ini, makin kehilangan jati diri akibat berpijak pada UU Otsus yang kacau balau.
Pendekatan revolusi adalah sebuah keniscayaan bagi bangsa Papua untuk memastikan adanya percepatan perubahan dalam menoyongsong perubahan zaman. Tindakan ini sangat membutuhkan adanya kepemimpinan alternatif yang berasal dari luar pangung patron-patron yang berkuasa saat ini.
Ada yang lain?
http://ismail-asso.blogspot.com
Kata kuncinya adalah ‘Papua Zona Damai’, sebanding dengan terma ‘kasih dan damai’. Walaupun penggunaan kata ini tidaklah sepenuhnya dimonopoli keuskupan tapi paling penting adalah bahwa ada niatan mulia para Uskup. Dan mereka mau mencoba mengajarkan pada kita sebagai bagian dari korban kekerasan militer Indonesia (TNI/POLRI) tentang “kasih”, sebagaimana missi kemanusiaan yang spiritnya diambil dari nilai-nilai utama yang diajarkan Yesus Kristus. Hal demikian itu dapat diteladani oleh umat beragama lain terutama kaum muslimin Papua Barat tanpa menafikan bahwa nilai sama juga dimiliki didalam agama Islam sendiri. Misalnya Nabi Muhammad bersabda : Wamaa bu’itstu liutammimal akhlaq (Al-Hadits). Artinya : “Tidaklah Aku di utus, kecuali hanya untuk menyempurnakan akhlaq (moral)”.
Keutamaan nilai-nilai ke-Katolik-an yang ingin di bumikan oleh Agama Katolik selama ini di Papua Barat patut ditiru oleh agama-agama besar samawi lain terutama penganut Agama Islam (jadi manusianya) sebagaimana salah satu perintah dalam Al-Qur’an misalnya : Kuntum khoiro mummatin ukhrijat linnasi ta’muruuna bil ma’ruf wayan hauna ‘anil fa’syai walmunkari,. Artinya : “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Imron 104).
Peran dan perjuangan Agama Katolik di Papua selama ini menunjukkan keperpihakan pada rakyat cukup besar, misalnay penanggulangan HIV/AIDS, untuk menyebut hanya salah satu contoh saja, karena itu sangat kita hargai. Demikian peran Gereja dan para Pendeta Kristen di Papua Barat yang pada umumnya selama ini sangat membantu dan menggembirakan hati kita semua. Hal demikian dari kelompok Islam tidak kelihatan, kecuali hanya ada satu lembaga dari Majelis Muslim Papua (MMP) yang baru didirikan dengan tokoh fenomenalnya Thaha Al-Hamid, membanggakan pribumi muslim Papua itu.
Papua Zona Damai
Terminologi ‘Papua Zona Damai’, sejak dideklarasikan di Jayapura oleh para tokoh agama yang dihadiri pemerintah dan penguasa militer saat itu, sekarang ini menjadi stateman populer dikalangan petinggi penguasa di wilayah konflik ini dalam menyikapi berbagai issu terror yang terjadi beberapa tahun belakangan ini. Tujuannya jelas untuk menciptakan atau mewujudkan kedamaian karena dasarnya Papua memang tidak aman tapi penuh konflik yang sering terjadi setiap saat diseantero pelosok Papua dan itu tempatnya juga berpindah-pindah dari satu lokasi kawasan daerah ke kawasan daerah lain sepanjang integrasi Papua tahun 1962 melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) dan secara resmi di Dewan PBB tahun 1969.
Terma impian, (sebut saja demikian karena selama ini memang belum pernah tercipta kedamaian sebagaimana harapan para tokoh agama), Papua Zona Damai yang digagas karena berangkat dari keprihatianan para “ulama” karena senantiasa ada terror dan banyak korban jatuh di pihak rakyat sipil misalnya pengusiran, penembakan, penculikan dll. Dia lahir karena dari latar belakang persoalan konflik politik kepentingan yang berkepanjangan antara rakyat Papua dengan Indonesia yang didukung penuh Amerika Serikat akan kehadirannya disana selama ini.
Kelahirannya dan impian ‘Papua Zona Damai’ gagasan dasarnya adalah baik karena harapan dan impian kita semua. Disamping itu terma ini disamping dilahirkan oleh para pemuka agama Papua yang terdiri dari tokoh Katolik, Protestan dan Islam juga ada perwakilan pemerintah dan juga dihadiri penguasa Papua (militer). Terma Papua Zona Damai nan indah dan anggun yang diimpikan para tokoh agamawan itu kenyataannya sampai hari ini belum pernah terwujud secara sesungguhnya seperti apa wujud konkrit makluk ‘damai’ itu sesungguhnya.
Harapan muluk dan indah membawa kedamaian bagi rakyat Papua itu hanya live service, dibibir saja, dan itu selama ini hanya dimanfaatkan elit penguasa militer Papua (misalnya dalam berbagai kesempatan statemen, Pangdam Trikora sering mengucapkan kata ini) jika terjadi gejolak. Para tokoh agama yang berkolaborasi dengan elit penguasa selama ini guna mewujudkan impian itu kenyataannya hanya mimpi belaka karena format kedamaiaan diusung tanpa grand designe cantik dan strategis. Sejak dideklrasikannya sejauh ini belum pernah secara sanggup dan mampu dimengerti oleh kita hakekat dari Zona Damai.
Bahkan rakyat Papua tidak tahu tentang konsep dan opersionalnya seperti apa mau diwujudkn oleh mereka. Malah masih bertanya wujud dan kenyataan kedamaian itu dimana dan bagaimana. Karena terbukti selalu yang didapati rakyat selama ini adanya terror, bom, penembakan, penculikan, pengejaran, DPO, akhinya darah, air mata, dan penyiksaan, penangkapan, pelarangan simbol cultural dll (tidak muat di tulis semua disini). Pertikaiaan dan keadaan darurat ini selalu dan itu ada terus sejak tokoh-tokoh agama mendeklrasikan “Papua Zona Damai”.
Revolusi adalah Solusi Papua “M”
Zona Papua Damai tidak menawarkan apa-apa kepada rakyat Papua selama ini, demikian juga dengan Otsus Papua, terbukti tidak jelas, sama persis janji-janji sorga para tokoh agama selama ini tanpa pernah kita tahu dan mengerti persis sorga dan neraka itu seperti apa dan dimana letaknya. Bahkan terkesan selama ini belum pernah jelas format operasionalnya seperti apa adalah permasalahannya. Sehingga penyelesaiaan secara menyeluruh persoalan Papua tidak pernah menyentuh substansi dan akar persoalan yang sesungguhnya.
Karena itu saat ini dan kedepan perlu ada suatu tindakan konkrit dengan pemikiran bagaimana grand designe guna mewujudkan suatu perubahan menuju impian yang sebenarnya Papua Zona Damai yakni solusinya adalah Papua harus Merdeka. Menurut hemat saya pribadi Papua Zona Damai yang diimpikan bersama dapat terwujud kelak kalau Papua sudah merdeka lepas dari penjajahan dan kolonialisme.
Saat ini harapan ‘Papua Zona Damai’ belum bisa terwujud kalau tindakan nyata misalnya PT. Freeport belum ditutup, TNI/POLRI belum di tarik dari Tanah Papua, pengiriman berbagai kompi kesatuan militer masih didatangkan. Maka omong kosong, ‘Papua Zona Damai’ selalunya yang ada dan nyata adalah; ‘Papua Zona Darurat, itu saja lain tidak!
Padahal untuk menuju arah kesana pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat dan Amerika saat ini adalah membentuk komisi kebenaran dan rekonsialiasi, penegakan suplemasi hukum, advokasi terhadap korban HAM oleh militer, barulah kita sedikit mau percaya ada harapan Papua Zona Damai. UU Otonomi Khusus tentang komisi kebenaran dan proses rekonsiliasi yang tugasnya pertama klarifikasi sejarah Papua, kedua rekonsiliasi terhadap korban-korban maupun pelanggaran-pelanggaran HAM belum pernah dilaksanakan sepanjang otsus berjalan sejak tahun 1999-2009 ini. (Felix Wanggai, wawancara, Jum’at/17/2009).
Untuk itu perlu ada langkah baru secara revolusioner para eksponen generasi muda dan tua wajib dilakukan. Dengan langkah pertama adalah duduk bersama memformat ulang strategi perjuangan seperti apa mau ditempuh segera dibenahi. Bukan ikut-ikutan tua kastau Papua Zona Damai, yang lain diam dan tua selesai bicara begitu menjabat jabatan Otsus lalu diam dan pigi bawa uang banyak jalan-jalan ke Jakarta dan hanya komentar di internet memperhatikan anak-anak muda melakukan aksi. OPM akhirnya jadi singakatan dari Operasi Papua Menado.
Revolusi gerakan perjuangan penting dilakukan karena tujuannya keluar dari aksi tradisional seperti sementara pihak secara sporadis dan tidak taktis sistematis selama ini. Kedepan perlu dibenahi ulang secara total, baik aksi-aksi TPN/OPM maupun aksi-aksi tanpa terencana yang terlihat dilakukan oleh anak-anak negerasi muda Papua. Untuk itu guna melakukan revolusi konsep-konsep jihad dapat diinterpretasi dalam konteks perjuangan Papua.
Revolusi yang dimaksudkan adalah recontrucsi pemikiran dan aksi perlawanan. Terkesan selama ini anak-anak muda dalam aksinya kurang referensi. Dan itu kelihatan sekali bahwa para pejuang generasi muda Papua sangat lemah dan rapuh dalam merancang aksi yang strategis dan taktis untuk mencari perhatian dunia internasional sebagaimana yang dilakukan oleh para mahasiswa Timor Leste tempo hari.
Guna menata ulang wajah Papua yang berkedamaianan, berkeadilan, berkesejahteraan dan bermartabat merupakan suatu keharusan dilakukan oleh generasi muda Papua saat ini. Papua baru yang dimaksud adalah sebuah bangunan kebangsaan dan berkenegaraan yang sesuai dengan amanah dan cita-cita penderitaan rakyat dan ketertindasan akibat pemiskinan sosial budaya Papua. Mengingat reformasi adalah sebuah pilihan untuk membawa rakayat Papua dari krisis nasional karena terbukti makin kehilangan arah dan tujuannya dalam pergerakannya. Bahkan selama 10 tahun terakhir kelangsungan dana-dana Otsus Papua secara mencolok telah dimanfaatkan oleh segelintir elit penguasa dengan mengorbankan hak-hak rakyat banyak secara tanpa manusiawi.
Estafet kepemimpinan nasional Papua harus dihasilkan melalui jenjang organisasi dalam kurun waktu kedepan dari generasi ke ngenerasi berikutnya, sebab generasi tua terbukti terjebak dalam distorsi dan problematika kehidupan berbangsa dan bernegara secara serius. Keberadaan kepemimpinan nasionala yang akan dihasilkan organisasi berjenjang harus mampu memberikan perubahan secara substansial dan mendasar dikalangan rakyat Papua dewasa ini. Kebuntuan ini suka tidak suka peran dan eksistensi generasi muda Papua wajib tampil ke depan guna membela kepentingan rakyat Papua menyeluruh secara cerdas dan rovolusioner.
Sebagai bangsa pernah merdeka dan berdaulat penuh, kewajiban generasi muda Papua wajib mengembalikan dan merebut kembali kemerdekaaan itu sehingga pengakuan internasional sangat memerlukan percepatan perubahan untuk menyongsong peradaban baru. Agenda perjuangan tahun 2009 semakin mendapat sorotan kritis dari berbagai kalangan. Otsus Papua menyita puluhan trilyun uang dinilai mubazir dan berpotensi chaos kepentingan elit Papua. Selebihnya kedudukan jabatan dalam stuctur kolonial hanya menjadi sarana legitimasi bagi kepentingan status quo elit Papua.
Kondisi ini sangatlah ironios, dimana rakyat diposisikan sebagai obyek pelengkap semata. Rakyat dibuat tak berdaya dan manut pada kemauan segelintir elit pro kolonial. Hasilnya dari Otsus Papua tidak membawa perubahan yang sejalan dengan kemauan rakyat banyak. Kenyataan ini menyebabkan puluhan tahun kelangsungan perjuangan yang diperjuangakan rakyat dihinggapi kehidupan kabut gelap kehidupan berbangsa dan bernegara secara tidak wajar. Seluruh elemen bangsa Papua harus melakukan terobosan konkrit untuk melahirkan kepemimpinan alternatif secara damai dan konstitusional.
Papua tidak bisa bangkit dan maju sebagai sebuah bangsa jika para elit penguasa daerahnya masih mendepankan kepentingan kelompoknya. Selain itu pemimpin nasional yang dilahirkan melalui organisasi berjenjang harus memiliki visi dan negarawan. Elit-elit penguasa yang berkuasa dan tampil dipentas politik saat ini, makin kehilangan jati diri akibat berpijak pada UU Otsus yang kacau balau.
Pendekatan revolusi adalah sebuah keniscayaan bagi bangsa Papua untuk memastikan adanya percepatan perubahan dalam menoyongsong perubahan zaman. Tindakan ini sangat membutuhkan adanya kepemimpinan alternatif yang berasal dari luar pangung patron-patron yang berkuasa saat ini.
Ada yang lain?
http://ismail-asso.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar