SELURUH RAKYAT PAPUA HARUS BERSATU MENYONGSONG INI

  • 5

10 November 2007

KEBUDAYAAN SUKU DANI LEMBAH BALIM JAYAWI JAYA PAPUA

Oleh : Ismail Asso

A. Sekilas Tentang Suku Dani Lembah Balim Selatan

1. Geografis, Iklim dan Penduduk

Propinsi Papua adalah salah satu propinsi Indonesia
dengan luas wilayah 416.000 km2 atau tiga kali
setengah Pulau Jawa. Propinsi yang amat luas ini
hanya dihuni 2.013.620 juta jiwa penduduk. Dengan tingkat
kepadatan terjarang di Indonesia yaitu kurang lebih
4 jiwa, perkilo meter persegi. (BPS, Propinsi Papua,
2007).

Kabupaten Jayawi Jaya berpenduduk 400130 jiwa dengan
tingkat kepadatan penduduk 8,20 jiwa perkilo meter
persegi. Secara geografis Kabupaten Jayawijaya
terletak antara 30.20 sampai 50.20' Lintang Selatan
serta 1370.19' sampai 141 Bujur Timur. Batas-batas
Daerah Kabupaten Jayawijaya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara dengan Kabupaten Jayapura dan
Kabupaten Yapen Waropen, Barat dengan Kabupaten Paniai,
Selatan dengan Kabupaten Merauke dan Timur dengan perbatasan
negara Papua New Guinea. (BPS, Propinsi Papua,
2007).

Kabupaten Jayawi Jaya terletak di Pegunungan Tengah
Papua. Ibukota Kabupaten Jayawi Jaya adalah Wamena.
Kini Kabupaten Jawi Jaya sudah dimekarkan menjadi
empat Kabupaten baru yakni : Kabupaten Yahukimo,
Kabupaten Tolikara, Kabupaten Punjak Jaya, dan
Kabupaten Pegunungan Bintang.

JayawiJaya beriklim tropic basah, hal ini
dipengaruhi oleh letak ketinggian di permukaan laut dengan
temperatur udara bervariasi antara 80-200Celcius
dengan suhu rata-rata 17,50Celcius dengan hari hujan
152,42 hari pertahun tingkat kelembaban diatas 80%,
angin berhembus sepanjang tahun dengan kecepatan
rata-rata tertinggi 14 knot dan terendah 2,5 knot.

Topografi Kabupaten Jayawi Jaya terdiri dari
gunung-gunung yang tinggi dan lembah-lembah yang
luas. Diantara puncak-puncak gunung yang ada beberapa
diantaranya selalu tertutup salju misalnya Pucak
Trikora 4750 m, Puncak Yamin 4595m dan Puncak
Mandala 4760m. Tanah pada umumnya terdiri dari batu
kapur/gamping dan granit terdapat di daerah
pegunungan sedangkan di sekeliling lembah merupakan percampuran
antara endapan Lumpur, tanah liat dan lempung.

Penduduk asli yang mendiami Kabupaten Jayawi Jaya
adalah Suku Dani, Kimyal dan Suku Jali. Selain
penduduk asli, terdapat juga penduduk yang berasal
dari daerah-daerah lain di Indonesia yang berada di
Kabupaten Jayawi Jaya bekerja sebagai pegawai
negeri, ABRI, Pengusaha, pedagang, transmigrasi dan
sebagainya.

2. Tempat Tinggal

Penduduk Balim/Palim bertempat tinggal di sekitar
pinggir sungai Palim dan di lereng-lereng bukit
Lembah Besar Balim. Pemukiman penduduk biasanya di sekitar
anak sungai dari berbagai arah yang bermuara ke
Sungai besar Balim. Rumah tempat mereka bermukim biasanya
dinamakan Osili/Osilimo yakni beberapa rumah panjang
(Lese) dan Honai laki-laki dan Eweai (rumah tempat
tidur khusus perempuan). Osili berdiam beberapa
kerabat kepala keluarga. Osili terdiri dari tiga
sampai empat Lese dan satu Honai Adat (Honai adat
biasanya tersimpan benda-benda keramat suku) . Ada
juga hanya dua Lese dan satu Honai. Umumnya rumah
tempat tinggal di Balim dikelilingi oleh pagar dari
batu atau dari kayu. Dalam satu Lese kadang-kadang
bisa tinggal dua kelapa kelurga.

Rumah tempat tinggal Suku Dani di Lembah Baliem
Selatan biasa disebut Osilimo, terdiri dari Honai,
Eweai dan Lesema. Bentuk rumah Honai bulat tanpa ada
ventilasi udara(sehingga agak pengap), untuk menghindari udara yang sangat
dingin. Pada sore hari sampai menjelang tidur malam
didalam honay kaum pria buat api agar tetap hangat.
Didalam Honay ada para-para untuk tempat tidur kaum
pria bersama. Tidak seperti daerah lain, umumnya
ruang tidur kaum laki-laki Balim dan wanita harus
terpisah. Karena itu adakalanya Honai pria Balim tersimpan
benda-benda keramat seperti, hareken, tugi mugu,
yang biasa di simpan dalam lemari (kakok), yang dalam
tradisi pantangan dimasuki kaum wanita Balim.

Honai biasanya juga digunakan rapat-rapat kaum pria
dalam berbagai masalah terutama membicarakan
strategi perang suku antar konfederasi (perang suku kini
sudah dilarang oleh pemerintah Indonesia). Berbeda dengan
Honai, rumah dengan bentuk sama tapi ukuran agak
kecil khusus kaum wanita Balim namanya Eweai. Disamping
itu ada rumah tempat berkumpul keluarga yaitu Lesema.

Lesema atau Lese bentuknya empat persegi panjang,
kadangkala bersambung langsung dengan rumah khusus
wanita Balim (Eweai). Bagian sebelahnya terdapat
kandang babi. Lesema biasanya difungsikan sebagai
tempat berkumpul keluarga, menerima tamu keluarga
dan ruang makan bersama. Didalam rumah Honai dan Eweai
pada sore menjelang malam selalu dibuat api agar
tetap hangat.

Orang Wamena kini sudah banyak yang mengenakan
pakaian, tapi pada masa lalu busana mereka adalah
Holim bagi pria dan Yokal dan Sili bagi kaum wanita
Palim. Holim biasa orang namakan juga dengan sebutan
Koteka. Koteka dibuat dari jenis labu yang
dikeringkan dan dibolongi sebagai alat penutup aurat pria. Yokal
adalah anyaman dari kulit kayu yang dipintal kaum
wanita.

Yokal, biasanya dikenakan bagi wanita yang sudah
menikah, sedangkan bagi gadis-gadis Balim pakaian
roknya disebut Kemsili. Ciri seorang wanita Balim
Selatan sudah menikah atau belum ditentukan dari
busan penutup aurat. Jika sudah menikah maka wanita Balim
biasanya mengenakan Yokal, tapi kalau masih gadis
mengenakan Sili/Kemsili.

3. Mata Pencaharian

Mata pencaharian orang Dani yang utama adalah
bercocok tanam. Kebun-kebun mereka yang tidak hanya dibuat di
Lembah Balim melainkan juga di daerah-daerah yang
tinggi di lereng-lereng gunung yang curam, terurus
baik. Umumnya penduduk bermata pencaharian
sehari-hari bercocok tanam atau petani ladang,
karena alamnya cukup subur. Usaha pertanian subsistem di
usahakan secara tardisional untuk konsumsi mereka
sehari-hari, sehingga tidak menolong banyak untuk
meningkatkan taraf hidupnya. Tanaman utama mereka
adalah Ubi jalar (Hopuru). Mereka juga menanam
Keladi (Hom), Tebu (El) dan Pisang (Haki), dan tanaman
sampingan mereka juga menanam berbagai jenis sayur
mayur secara tumpang sari, misalnya; Jagung, Kedele,
Buncis, Kol, Bayam dll.

Tanaman yang terpenting adalah Ubi atau Hom
(Discorea esculania), tebu atau El (Sacharum officinarum), dan
sebanyak kurang lebih 17 jenis tanaman lain, berikut
varietas-varietasnya. Mereka mengenal sebanyak 50
varietas ubi (Versteegh, 1961), yang masing-masing
dipetik pada waktu-waktu berlainan sepanjang tahun.
Pengangkutan hasil kebun kerumah dilakukan oleh para
wanita.

Orang Dani juga mengenal sedikit irigasi, dan
kebun-kebun mereka seringkali tampak dikelilingi dan
dipotong-potong oleh parit-parit kecil, yang mereka
buat dengan menggunakan kapak, tongkat tugal, atau
dengan mengeruk tanahnya dengan tangan saja.

Cara bercocok tanam orang Balim adalah
berpindah-pindah. Tanah digarap selama beberapa
musim tanam, dan apabila tanah itu telah ‘lelah’ karena
kehabisan zat-zatnya, tanah itu ditinggalkan.
Kemudian di buka sebidang tanah yang baru. Tanah yang telah
ditinggalkan itu kemudian memperoleh kesempatanuntuk
menjadi subur kembali.

Disamping bercocok tanam berpindah-pindah (secara
teratur), orang Dani juga memelihara (banyak) babi.
Binatang ini dapat dimiliki secara pribadi oleh pria
maupun Wanita, tetapi yang biasanya memelihara
(menggembala) babi adalah wanita dan anak-anak. Pada
waktu senja (menjelang malam) babi diberi makan ubi,
tetapi sepanjang hari sampai sore binatang-binatang
itu dibiarkan berkeliaran di desa atau dikebun untuk
mencari makannya sendiri. Babi jantan biasanya di
kebiri agar tumbuh menjadi besar, dan hanya sedikit
saja yang dipelihara untuk pejantan.

Orang Dani umumnya mengkonsumsi daging babi pada
waktu mengadakan pesta, seperti pesta berkenaan dengan
upara-upara sepanjang daur hidup individu
(kelahiran, inisiasi, perkawinan dan sebagainya), pembakaran
jenazah, dan pada pesta-pesta babi. Selain sebagai
bahan pangan, babi juga dimiliki untuk menambah
gengsi. Orang-orang yang mempunyai kedudukan penting
atau orang berpengaruh tentu memiliki banyak babi.

Babi juga merupakan barang berharga untuk
leperluan-keperluan yang bersifat ekonomi dan sosial
dan dapat dipakai untuk membalas jasa, meredakan
permusuhan (dalam perang suku), tetapi juga sebagai
unsur (penting) mas kawin (dalam adat perkawinan).

Pada musim panen ubi, pria Balim Selatan mengurus
secara baik kebun kelapa hutan mereka yang disebut
Kain. Kain adalah tumbuhan sejenis pohon pandan yang
hanya tumbuh di pegunungan diatas ketinggian
3000-4000 dpl. Jenis pohon ini sama halnya dengan pohon
Sap/Buah Merah, Wamena, diurus baik oleh kaum pria Balim.
Tapi ada bedanya antara Sap/Buah Merah, Wamena, dengan
Kain, walaupun sesama famili pohon pandan. Bedanya
adalah Buah Merah tumbuh di Lembah, dekat pinggir
sungai Balim. Sedangkan Kain tumbuh di lereng lereng
bukit.

Disamping Kain, tanaman utama dalam kebun orang
Balim Selatan adalah Weramo dan Tuke. Weramo biasanya
tumbuh liar di hutan tapi tetap dirawat dengan batas-batas
kepemilikan secara jelas dan tegas bagi penduduk.
Demikian juga dengan Tuke, yang lokasi tumbuhnya
dekat dibawah salju abadi diatas ketinggian 4000 kaki dpl.

Pria Balim selatan dalam musim kemarau juga sering
berburu sebagai pekerjaan sampingan. Biasanya orang
Balim Selatan berburu berbagai jenis burung dan
kukus, seperti kus-kus pohon, kangguru pohon, burung
kasuari dan lain-lain.

B. Sejarah Kebudayaan Adat Wamena

1. Sejarah

Kris Manning dan Ross Garnaut (1979:9) bahwa daerah
pedalaman Papua mulai didiami manusia lebih dari
pada 25.00 tahun yang lalu. Penghuni Lembah Baliem yang
menurut kata orang di zaman dahulu kala merupakan
danau yang sangat luas.

Perkampungan yang pertama kali diketahui di Lembah
Baliem diperkirakan sekitar ratusan tahun yang lalu.
Banyak explorasi di dataran tinggi pedalaman Papua
yang dilakukan. Salah satu diantaranya yang pertama
adalah Expedisi Lorentz pada tahun 1909-1910
(Netherlands), tetapi mereka tidak beroperasi di
Lembah Baliem.

Memang, sebelum kedatangan orang, orang Suku Dani
Balim dari daerah-daerah lain sejak tahun 1909 sudah
pernah berhubungan dengan orang-orang dari dunia
luar, yaitu dengan kedatangan expedisi militer Belanda
kedarah Hulu sungai Lorentz. Orang Dani dari Lemabah
Swart bahkan telah berhubungan lebih intensif dengan
adanya expedisi ilmiyah pimpinan J. A. G. Kremer
didaerah itu dalam perjalanannya ke Puncak Trikora
dalam tahun 1920 dan 1921, dan dengan kedatangan
expedisi ilmiyah Sterling dalam tahun 1926. Adapun
penduduk Lembah Besar Balim baru melihat orang asing
ketika expedisi ilmiah R. Archbold melintasi lembah
itu dari arah utara ke arah selatan, ditempat Wamena
sekarang.

Kemudian penyidik asal Amerika yang bernama Richard
Archold anggota timnya adalah orang pertama yang
mengadakan kontak dengan penduduk asli yang belum
pernah mengadakan kontak dengan negara lain
sebelumnya. Ini terjadi pada tahun 1935. Kemudian
juga telah diketahui bahwa penduduk Suku Dani adalah para
petani yang terampil dengan menggunakan kapak batu,
alat pengikis, pisau yang terbuat dari tulang
binatang, bambu atau tombak kayu dan tongkat galian.
Pengaruh Eropa dibawa ke para Missionaris yang
membangun pusat Missi Protestan di Hetegima sekitar
tahun 1955. Kemudian setelah Bangsa Belanda
mendirikan kota Wamena maka agama Katholik mulai berdatangan.

3. Nama dan Bahasa

Orang Jayawijaya umumnya dan khususnya masyarakat
Baliem Selatan tidak menyebut dirinya dengan nama
Suku Dani. Penduduk Jayawi Jaya sebagai satu kesatuan
manusia, menyebut nama asal dirinya dengan nama
perkampungannya atau kadang-kadang dengan nama dari
gabungan perkampungan-perkampungan tempat
tinggalnya. Nama ‘Dani’ atau ‘Ndani’ sendiri tidak mereka sukai,
baik di sebelah barat maupun di sebelah timur
kabupaten.

Orang Balim tidak mengindetitaskan diri sebagai suku
etnis Ndani/Dani, tetapi menyebut diri ‘nit apuni
Palim Meke’/kami orang Balim/Palim yang mengandung
makna ’manusia sejati dan asli’.

Penduduk Lembah Besar Balim serta dilembah-lembah
lain disekitarnya dalam laporan-laporan atau
tulisan-tulisan yang terbit sebelum perang dunia ke
II kadang-kadang dikenal dengan nama Pesegem, Timorini,
Morip, Uringup dan lain-lain. Beberapa orang yang
berpandangan lebih luas menyebut dirinya “Nit Apuni
Palima Meke”, yang artinya ‘kami manuai Balim’
(sic). Adapun nama sekarang yang lazim di pakai pemerintah
untuk menyebut seluruh penduduk Lembah Besar Balim
adalah Dani.

Apabila orang Jayawi Jaya ditanya oleh orang asing,
maka orang Jayawi Jaya biasanya akan menjawab asal
dirinya dari nama-nama sungai yang mengaliri
disekitar rumah tempat tinggalnya, misalnya : Palima/Balima
berasal dari nama sungai Palim/Balim, Pelewaga
berasal dari nama sungai Peleima, Uelesi/Walesi dari nama
sungai Uweima, Hepuba berasal dari nama sungai
Hepuima dan Hitigima dari nama hitigima.

Untuk kegunaan penulisan karya tulis ini, penulis
tetap menyebut Suku Dani, disamping menyebut orang
Balim/Palim, mengingat istilah suku Dani sudah
digunakan secara meluas baik pemerintah maupun dalam
karangan penelitian ilmiah.

Propinsi Irian Jaya terkaya akan kebudayaan dan
bahasa yang berbeda karena memiliki kurang lebih 250
bahasa, yang merupakan jumlah yang lebih dari sepertiga dari
bahasa di Indonesia.

Bahasa daerah di Kabupaten Jayawi Jaya cukup banyak
penuturnya dan dapat digolongkan menjadi tiga rumpun
bahasa, sebagai berikut:

a. Rumpun bahasa Ok (ada juga di Papua Nugini)
bahasa Ngalum di Oksibil dan Kiwirok sekitarnya, dengan
kira-kira 10.000 penutur.

b. Rumpun bahasa Mek ( belum jelas bagaimana bahasa
tersebut)

c. Rumpun bahasa Balim

Sub-Rumpun Baliem Pusat dalam penggolongan rumpun
bahasa yakni :

1). Sub Rumpun Yali-Ngalik.
2). Sub-Rumpun Baliem Pusat
3). Sub Rumpun Wano

Perbedaan fonemik dari logat-logat bahasa Dani ini
diteliti, H.M. Bromley. Seorang penyiar agama
Nasrani juga seorang ahli linguistik. Berdasarkan analisanya
itu (1961) ada sembilan buah logat, yaitu :

a). Logat Dani Induk didaerah didaerah Lembah Baliem
Hulu.
b). Logat Dani Bagian Barat di Lembah Ilaga, Sinak,
Swart dan Hablifuri Hulu.
c). Logat Dani Wolo di sekitar sungai Wolo di lereng
Gunung Piramid.
d). Logat Dani Kimbim disekitar sungai Kimbim dan
Wosi.
e). Logat Dani Ibele sekitar sungai Bele.
f). Logat Dani Aikhe sekitar sungai Aikhe.
g). Logat Dani dari daerah Wamena dan sekitar sungai
Uwe hingga kira-kira sungui Mugi.
h). Logat Dani Jurang didaerah yang menyempit
dilembah sungai Baliem,tempat sungai itu terjun kedalam
sungai Vriendschap.
i). Logat Dani Hablifuri di daerah Hablifuri

Dari kesembilan pengujar logat menunjukkan perbedaan
tempat tinggal penduduk Suku Dani Baliem, yang itu
berarti masing masing tempat dapat pula berbeda
dalam menentukan asal mula manusia muncul dimuka bumi
dalam konsepsi religi Suku Dani Baliem Jayawijaya. Dialek
Lembah Agung Selatan, dari sebelah Selatan Wamena
sampai Lembah Samenage di Pasema dan Lembah Wet,
Walesi, Walaik, Hetigima, Hepuba, Maima, Seima,
Kurima, Tangma, Heageima, kira-kira 20.000 penutur
adalah hanya salah satu bagian dari Suku Dani Baliem
Selatan diangkat disini.

3. Organisasi Sosial

Orang Balim harus hidup dalam relasi serasi dengan
sesama, alam sekitar dan leluhur. Manusia dengan
keseluruhan kosmosnya saling berintegrasi, saling
menghidupi. Manusia dengan alam sekitarnya dan denga
leluhur dipandang sebagai satu keseluruhan yang
saling menghidupi dan bersifat rohani serta jasmani.
Manusia merupakan bagian dari alam, saudara semua makhluk
sehingga ia dapat menemukan tempat yang sesungguhnya
didunianya. Dengan demikian hidupnya baru berarti
jika ia berada dengan sesama leluhurnya da alam sekitar.
Sistem relasi antara sesama manusia berfungsi
menuruti dua prinsip utama, yakni :

1). Prinsip garis keturunan secara biologis atau
geneologis;
2). Menurut prinsip organisasi sosial

Namun relasi dapat diperluas secara tak terbatas
sampai ada relasi suku atau belahan/paro/moiety/suku.
Hal ini di sebabkan karena setiap anggota masyarakat
menyatakan keanggotaannya sesuai pengalaman
kenyataan hidup dimana ia menjadi anggota suatu kelmpok.

Masyarakat Baliem Selatan dari masing-masing
perkampungan adalah suatu gugusan desa-desa atau
kesatuan wilayah dengan pola kekerabatan menjadi
terikat satu sama lain dan membedakan diri satu sama
lain berdasarkan masing-masing gugusan kelompok
tempat tinggalnya. Masing-masing kelompok terdiri dari dua
moety (belahan) yang diatur dalam pola perkawinan
secara teratur. Dua belahan moety adalah
memungkinkan kedua bela pihak saling melindungi, menghidupi dan
berkembang dalam pola perkawinan yang teratur
bersifat patriarki. Hal ini diungkapkan dalam ungkapan
sehari-hari dalam sapaan diantara mereka seperti :
"Nahgosa (mamaku), neak (anakku)". Ungkapan demikian
ini diucapkan sesama lelaki yang artinya mamaku,
anakku yang secara konfensional adalah sapaan umum
terhadap perempuan. Makna ungkapan seperti ini
mengandaikan; tanpamu aku tiada, dan akupun tiada
tanpamu atau tanpaku engkau tiada. Engkau penyebab
keberadaanku. Suatu pola hubungan kekerabatan yang
erat dan saling menghidupi, bagi keberlangsungan
etnisitas mereka.

Demikian pula lambang lingkaran (termasuk honai yang
bulat) dan bahkan pembentukan konsensus maupun
pernyataan konsensus yang dinyatakan dalam posisi
duduk atau menari dalam bentuk lingkaran, menyatakan
keinginan mempertahankan kebersamaan sosial mereka,
dengan contoh menjelaskan sikap kekeluargaan dan
kebersamaan serta kesetiakawanan sosial yang sangat
mereka junjung tinggi. Mungkin kesetiakawanan soaial
ini merupakan hasil rekayasa sosial beberapa ribu
tahun yang lalu, waktu prajurit Wita yang hanya
berpanah dan bertombak serta hidup dari perang,
bertemu dengan manusia petani Waya di Maima.
Pertemuan ini merupakan awal dari suatu hidup sosial bari
Wita-Waya sebagai dua belahan/moiety dengan
pelarangan pernikahan intern belahan/moiety dari apa yang kini
menyebut diri suku atau orang Balim…(sic).

Relasi belahan/Moiety disebut Wita dan Waya serta
merupakan relasi yang cukup luas. Klen suku dalam
masyarakat Balim terbagi dalam kedua belahan
Wita-Waya tersebut. Misalnya belahan Wita terdiri dari suku
Asso, Lagowan, Kosay, Wuka, Lani, Wetipo, Marian,
Mulait, Kuresi. Belahan Waya terdiri dari suku:
Lokobal, Matuan , Heiman, Huby, Hilapok, Wetapo,
Sorabut, Hisage, Doga, Hurukalek. Relasi antara
kedua belahan lebih tampak dalam perkawinan eksogami dan
larangan perkawinan intern klen dari belahan sama.
Relasi belahan tampak juga dalam penyelenggaraan
ritual dan pesta ewe ako/ mawe/ pesta babi sebagai
punjak perayaan dalam kehidupan orang Balim.

5.1. Keluarga Luas Verilokal

Kelompok kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat
orang Dani adalah suatu kelompok virilokal. Karena
poligini banyak dilakukan, (Kepala suku Ukumearik
Asso pernah memperisteri 50 wanita dalam hidupnya) dan
karena (umumnya) seorang pria sering beristerikan
4-5 orang (wanita), maka keluarga-keluarga luas orang
Dani tak jarang benar-benar ‘luas’.

5.2. Klen Kecil

Dalam tipologi Koentjaraningrat (1994), yang
dimaksud dengan klen kecil adalah kelompok kekerabatan yang
lebih besar daripada keluarga luas adalah kelompok
yang menganggap dirinya seketurunan seorang nenek
moyang yang jaraknya kurang lebih 4-5 angkatan
keatas. Nama nenek moyang itu biasanya masih diingat, dan
warga kelompok biasanya masih mengenal atau
mengetahui semua keturunan nenek moyang itu, baik yang hidup
maupun yang sidah mennggal. Orang Dani menyebut
kelompok kekerabatan seperti itu Nyukuloak [sic]
(yang arti sebenarnya adalah ‘kepala’, ‘hulu, ‘asal’), dan
istilah ilmiahnya adalah ‘klen kecil’. Suatu
kelompok seperti itu biasanya tersebar di dalam beberapa
perkampungan, tetapi terbatas pada suatu daerah
tertentu. Dalam tradisi Suku Dani Balim, agaknya
kelompok kekerabatan klan ini yang terpenting dan
paling utama.

5.3. Klen Besar

Kelompok kerabat yang lebih besar daripada klen
kecil adalah klen besar (Nyukuluak). Nenek moang mereka
sudah tidak dikenal lagi, karena jaraknya sudah
terlampau jauh. Para warga kelompok kekerabatan klen
besar hanya mengetahui bahwa mereka adalah warga
Nyukuluak tertentu, karena adat dan kewargaannya
juga diperolehnya secara patrilineal. Jumlah warga klen
besar orang Dani kadang-kadang beratus-ratus, bahkan
beberapa ribu jiwa, yang tinggal tersebar di daerah
yang lebh luas daripada daerah klen kecil, sehingga
para warganya seringkali sudah tidak saling
mengenal. Menurut laporan H. L. Peters (1965), klen-klen orang
Dani tidak menampakkan ciri-ciri totemisme, yaitu
adat untuk berjatidiri dengan lambang binatang atau
tumbuh-tumbuhan, walaupun dalam laporan Wirz
mengenai penduduk Lembah Swart adat itu ada.

Namun sesungguhnya totemisme itu tetap ada di Lembah
Balim Selatan. Dalam clan, adat bahwa marga tertentu
dengan lambang hewan atau burung dan tumbuhan
tertentu sebagai bagian yang tak terpisahkan, bahkan mereka
menganggap bahwa hewan tertentu adalah seketurunan,
karena itu pantangan memakannya atau sekedar
membunuh.

5.4. Paroh Masyarakat

Akhirnya perlu kita sebutkan disini suatu bentuk
kelompok kekerabatan orang Dani yang lebih besar
lagi, yaitu kesatuan sosial yang terdiri dari gabungan
berbagai clan, yang dalam bahasa Dani disebut
Nyukuluak Ewe, yaitu Wita dan Waya (sic). Dalam
perhitungan Koentjaraningrat (1994), diseluruh
Lembah Balim ada dari dua Ewe Nyukuluak Wita dan Waya.
Dalam Wita 23 dan Waya 26 buah klen. Namun perhitngan ini
belum menunjukkan keseluruhan penduduk Lembah Balim
yang kenyataannnya sangat banyak dalam keanggotaan
Nyukuluak Ewe, sehingga jumlahnya lebih banyak dari
perhitungan ini

4. Kepemimpinan

Budaya Orang Dani, Baliem Selatan adalah suatu
budaya yang berorientasi pada masa lalu. Orang Dani, Baliem
Selatan senantiasa, dan selalu ingin mewujudkan masa
lalu nenek moyang pada masa kekiniannya adalah suatu
usaha senantiasa dan terus-menerus tanpa henti.

Manusia Baliem Selatan memandang dirinya adalah
manusia sejati (superior). Masing-masing klen
menganggap dirinyalah yang asli tanpa memandang
selainnya inferior (rendah). Karena itu Orang Dani
Baliem Selatan tidak ada sikap ketundukan ataupun
membudak pada orang lain selain dirinya. Dr. H.L.
Peters yang menulis disertasinya mengenai kebudayaan
Balim berjudul “Some observation of the social and
religious life of a Dani-Group” (1975) dalam salah
satu kunjungan selama enam bulan di Balim, berkesan
bahwa “biasanya orang Balim mengurus hidupnya
sendiri dengan baik dalam bermacam-macam situasi. Mereka
menyelenggarakan pesta-pesta raya dan menjamu
ratusan tamu secara tertib. Penampilan asli orang Balim pada
umumnya menunjukkan bahwa mereka tahu harga diri.
Dalam cara hidup mereka tidak tampak sikap membudak
atau menundukkan kepala kepada orang lain atau
siapapun juga. Mereka lebih sering mengambil
inisiatif sendiri dan tidak mengenal struktur-struktur yang
ditata rapi dan harus menantikan perintah dari
atas”.

Seorang Kepala Suku adalah orang yang berani dalam
memimpin pertempuran perang suku dan mampu memimpin
warganya dalam keadaan sulit.Sehingga
kepemimpinannya adalah hasil prestasi sendiri. Seorang kepala suku
sebagai pemimpin bukan karena warisan. Karena itu
seorang Pemimpin Suku Dani Baliem Selatan, sebagai
kepala suku, orang besar adalah jika terdapat
hal-hal berikut ini untuk dapat menaikkan bintang nama
kepemimpinannya sebagai pemimpin adalah : Pengakuan
akan keberaniannya memimpin perang suku, berani
mengambil keputusan dalam keadaan sulit, kualitas
pembicaraan yang baik/kepandaian berdiplomasi,
bersikap lemah lembut kepada semua orang besar
kecil, dan selalu tahu segala soal.

Tapi keberanian berperang dan ketepatan mengambil
keputusan dalam kesulitan, adalah kepribadian
paripurna (par exelence) seorang pemimpin dalam
tipologi masyarakat suku Dani Baliem Selatan.
Seorang Pemimpin Jayawijaya, Suku Dani Baliem Selatan adalah
seseorang yang memimpin pesta adat di Honay dan
memiliki hubungan yang luas dimasyarakat.

Seorang pemimpin Jayawijaya adalah orang yang tidak
memandang orang lain rendah. Tapi menghormati semua
orang tanpa memadang usia dan jenis kelamin, suku,
marga dan menerima tamu dengan layak. Pemimpin Suku
Dani adalah seseorang yang mengaku dirinya kepu,
(orang biasa) dan dengan warga suku lainnya tidak
merendahkan. Tidak membanggakan dirinya sebagai
orang besar. Tapi dapat bergaul baik dengan semua lapisan
masyarakat. Dapat dimintakan jasanya dan dikunjungi
waktu kapan saja. Memberikan miliknya yang berharga
dan bernilai dimasyarakat.

Hampir semua pemimpin Balim menghendaki agar
anak-anak mereka kelak menjadi pemimpin/Kainc. Anak-anak kainc
lebih berpeluang menjadi kainc, sebab sejak kecil
mereka sudah lebih awal mempelajari dan terlibat
dalam upacara adat yang dipimpin para kainc, yang meliputi
transaksi politik, ekonomi dan sosial budaya yang
dilakukan orang tua mereka.

Dalam masyarakat orang Dani seorang pemimpin adalah
orang yang memiliki kewibawaan dan kekuasaan yang
sangat besar, sehingga ia dijadikan teladan oleh
sebahagian besar warga masyarakatnya. Pergantian
pemimpin tidak dilakukan berdsarkan adat istiadat
resmi, atau pernyataan-pernyataan secara resmi…
Pengangkatan kainc terjadi bukan karena warisan,
tetapi karena (berdasarkan) keterampilan dan
kelebihan serta prestasi yang mesti diekspresikan dalam bentuk
keberanian berperang sebagai pemimpin pasukan, serta
banyaknya membunuh musuh (dalam perang suku antar
konfederasi). Faktor ini juga turut memberi
kepercayaan atau menaikkan’bintangnya’, misalnya
Ukumearik Asso dari Hetigima yang bukan keturunan
kainc, tetapi menjadi kepala suku besar
(konfederasi) karena prestasi yang dicapai selama mengembangkan
kepemimpinan ia masih remaja hingga dewasa ia
senantiasa berani tampil di medan perang.

Tidak ada syarat-syarat resmi untuk menjadi
pemimpin, maka segala hal yang dapat menyebabkan orang untuk
memperoleh pengaruh yang luas dapat kita masukkan
kedalam syarat-syarat untuk menjadi tokoh kainc
dalam masyarakat Dani. Oleh karena itu kepandaiaan
bercocok tanam, berburu, berbicara, berdiplomasi, sifat
ramah, murah hati, dan kekuatan fisik serta keberaniaan
untuk berperang, dapat disebut sebagai syarat-syarat untuk
menjadi pemimpin. Syarat-syarat lain yang diberikan
oleh Stefanus Ngadimin (1993 : 81), bahwa : “Kainc
dapat berarti kuat, cakap, dermawan, pemberani,
terhormat, kaya, baik hati, berwibawa, ataupun
berpengaruh. Kainc diakui setelah ia dapat
menunjukkan bukti-bukti kelebihan dan kemampuannya yang dapat
dilihat dan dirasakan oleh suatu kekuatan yang
memaksakan kehendak terhadap warga masyarakatnya”.

4. Religi Balim Selatan

Sejarah Kebudayaan Adat Suku Dani Baliem Selatan,
adalah salah satu aspek budaya dari budaya-budaya
Papua. Namun sejak awal penting disampaikan bahwa
konsepsi religi Balim Selatan khususnya dan Jayawi
Jaya umumnya bersifat tertutup dan rahasia bagi
orang lain.

Tidak ada pretensi penulis untuk menganggap bahwa;
Religi Suku Dani, Baliem Selatan, adalah
satu-satunya pandangan paling absah dari religi-religi dalam
kebudayaaan Balim/Palim, Jayawi Jaya, kecuali religi
kebudayaan Suku Dani Balim Selatan hanya mewakili
salah satunya untuk memenuhi kegunaan karya tulis.

Oleh sebab itu dalam menyebut lokasi,
penutur/pemilik mythology, dan moiety tertentu saja ada kesan
subyektif. Sebab Bangsa Papua yang memiliki hampir
240, diantara 558 bahasa diseluruh Indonesia, (H.
Myron Bromley; 1994), tentu memiliki keragaman suku
dan budaya yang antara satu dan lainnya tentu saja
berbeda. Padahal memang, setiap pandangan manusia
selalu dan selamanya pandangan parsial, bukan
pandangan komprehenshif sekaligus. Karena menyangkut
unsur subyektivitas, tempat dan waktu, yang selalu
dan selamanya relatif. Berarti Sejarah religi Suku Dani
Baliem Selatan yang diangkat disini mengandaikan
relativitas pandangan manusia.

Karena itu penulis hanya mengangkat konsepsi religi
kebudayaan Suku Dani Baliem Selatan, dimaksudkan
untuk pembatasan dan perumusan masalah. Karena itu kita
boleh menduga bahwa sejarah religi kebudayaan Suku
Dani Baliem Selatan adalah hanya salah satunya dari
seluruh unsur kebudayaan Suku Dani Lembah Baliem
yang dicoba diangkat penulis disini untuk mewakili
semuanya.

Religi dibedakan dari agama. Religi menekankan
bentuk hubungan dengan obyek diluar diri manusia. Obyek
bersifat polyteis (satu Ilahi Tertinggi diatas ilahi
lain), bersifat lokal dan tidak berdasarkan wahyu
tertulis (intuisi). Sebaliknya agama lebih
ditekankan pada bentuk hubungan satu Ilahi Tertinggi
(moneteisme), bersifat universal dan berdasarkan
wahyu tertulis serta teruji dalam sejarah yang panjang.
Pandangan religi orang Balim diarahkan ke masa
lampau sampai pada zaman pra existensi dunia dan manusia.

Para ahli yang meneliti tentang suku-suku di Fasifik
dan Papua (Jan Buelars; 1987), menunjukkan bahwa
keseluruhan suku bangsa Papua dalam mithologinya
menganggap berasal dari satu sumber asal kejadian.
Ini dapat pula berarti dalam pandangan mithologi manusia
Papua; Semua umat manusia adalah satu nenek moyang
atau satu sumber asal mula muncul dimuka bumi.

Dengan demikian religi menurut konsep orang Balim
adalah religi ketergantungan dengan obyek diluar
dirinya (yang Kuasa, Yang Ilahi, Yang Kudus,
Realitas Mutlak) dan juga relasi denga masyarakat dan
linkungannya (Myron Bromley, 1991:3).

Konsepsi Suku Dani, Baliem Selatan bahwa manusia
pertama muncul dari daerah Maima. Tapi ada juga yang
menyebut manusia pertama keluar dari lubang di
daerah Seima, ada juga yang menyebut di Wesagaput dan Orang
Kurulu menyebut dari Goa di daerahnya. Masing-masing
sub-suku juga menganggap bahwa daerahnyalah yang
merupakan tempat asal usul manusia pertama muncul di
Lembah Balim.

Menurut Suku Dani Lembah Baliem Selatan, asal mula
kejadian manusia berasal dari Seima, bagi orang
Kurima, dari Maima bagi orang yang daerahnya dari
Maima, Hitigima, Hepuba, Megapura (Sinata), Walesi,
dan Walaik. Tapi ada juga yang mengatakan bahwa
tempat itu adalah Wesagaput, dekat muara sungai Uwe dan
Balim, demikian umumnya lokasi dikenal orang-orang
Suku Dani Baliem Selatan.

Namun ada salah satu suku yang menjaga dan merawat
lokasi tempat keramat mengatakan bahwa manusia
muncul dan tersebar di seluruh Lembah Baliem bukan dari
Maima, Seima ataupun bukan dari Wesagaput
sebagaimana diketahui umumnya selama ini. Tapi tempat itu ada
didaerah Wesapot.

Umumnya religi Suku Dani di Lemabah Balim mengakui
bahwa mereka keluar dari dalam Goa. Dalam hal ini
tidak ada perbedaan kecuali perbedaan hanya lokasi.
Manusia muncul awal mula dimuara sungai antara
Baliem dan Eageima. Nama tempat itu adalah Wesapot (kini
Kecamatan Hitigima, dekat muara sempit sungai
Baliem/arus air deras). Tempat itu kini ditutupi
oleh sungai Eagec-Ima (Eagenyma). “Wesapot”, yang
artinya; "dibelakang keramat "/"rahasia dari ada". terdiri
dari dua kata yaitu : Wesa "keramat/rahasia/tabu/tidak
boleh". Apot = "dibelakang, "tertutup (rahasia)".
Jadi Wesapot artinya; "dibelakang semua (rahasia) dari
ada".

Tatkala manusia mula-mula muncul dari lubang itu,
manusia yang paling pertama keluar adalah mereka
yang menepati dan menguasai area lokasi daerah ini.
Berturut-turut dengan berbagai jenis hewan dan
binatang semuanya keluar lewat lubang Goa itu. Tapi
yang paling belakang keluar warna kulitnya putih,
orangnya tinggi sekali (mungkin mirip dengan orang
Eropa), karena dia lain sendiri maka dibunulah ia,
dan bagian potongan-potongannya itu yang sampai kini
masih tersimpan di sejumlah Honai Adat di seluruh Lembah
Balim/Palim.

Orang yanmg dibunuh itu namanya Naruekut. Tempat
ini, Wesapot, kini masih ada sisa-sisa jejak manusia awal
itu. Bukti-bukti mana kini dapat disaksikan berupa
pohon yang digunakannya sebagai tangga untuk naik
kelangit untuk selama-lamanya, honai keramat, dimana
bagian potongan disimpan oleh masing-masing clan
bersama simbol-simbol berupa batu hitam.

Kepala Suku Besar (big man), Ukumearik Asso dari
Lembah Baliem, adalah orang paling pertama
dikunjungi/ditemui/didatangi/dicari oleh expedisi
ilmiah, Missionaris, Pemerintah Belanda maupun
Soekarno. Ukumearik menerima Injil pertama utusan
Missionaris dari Amerika (CAMA, tahun 1954) didaerah
ini sebagai salah satu bukti bahwa daerah ini adalah
daerah penuh rahasia masa lalu existensi manusia
Baliem Selatan. Wesapot adalah daerah yang diyakini
oleh warga Suku Dani Baliem Selatan sebagai tempat
keramat, yang "ditakuti"/dihormati. Wesapot, sebagai
daerah asal mula nenek moyang manusia pertama
muncul.

Menurut Miron Bromly, simbol Matahari dan Bulan
terkait erat dengan benda sakral yang hinggi kini
disimpan didalam lemari (ka'kok), honay pria. Benda
yang disimpan didalam lemari honay pria adalah
berupa batu hitam, sejenis dengan axe (batu hitam) namanya
tugi/hareken.

Batu jenis ini pada masa lalu dapat pula dibentuk
menjadi kampak, mahar perkawinan dan kematian. Dalam
bahasa Dani batu serupa ini disebut dengan nama "Ye
Eken". Tapi Ye Eken berbeda dengan Hareken sebagai
simbol kekeramatan yang padanya bergantung segala
pandangan baik-buruk, kesuburan dan satu-satunya
benda yang dihadirkan dan diarahkan dari semua aktivitas
hidup dan kehidupan manusia Baliem.

Hareken dapatpula disebut dengan nama tugi/tugieken.
Nama ini arti sebernarnya terkait dengan nama
manusia awal. Manusia awal yang dianggap sebagai "Tuhan"
dalam religi manusia Baliem Selatan itu adalah asal nenek
moyang yang telah pergi naik kelangit. Manusia asal
itu kini menjadi matahari dan menerangi manusia di
bumi. Maka matahari ada hubungannya dengan benda
keramat yang disimpan di Honay keramat pria. Honay
tempat dimana terdapat benda "Tugi atau Hareken"
dinamakan dengan "kanekala atau tugiaila".

"Hareken" terdiri dari dua kata yakni “Har’”= Engkau
Yang Maha. “Eken” = Inti/Pusat. Jadi hareken adalah
"Pusat dari Engkau yang Maha Mengatasi/Maha
Melampaui dari semua yang ada". Tapi pengertian lain dari
terjemahan "hareken/Tugieken" sebagaimana dalam buku
Kebudayan Jayawijaya; Myron Bromly, menerjemahkan
pengertian "Hareken/Tugi-Eken" agak lain atau sama
dengan; Pengertian “Wesapot" "dibelakang rahasia".

Jadi, "dibelakang dari ada" atau "Hareken" adalah
"sesuatu dibalik dari ada". Hal ini dapat di
ungkapkan dengan kalimat dalam bahasa Baliem Selatan sebagai
berikut : “Yimeke Timeke Timeke Ero Pakiat Atukenen”
artinya: “Sumber segala sumber berasal.

Maka "Kaneka atau Tugi-Eken" adalah yang dimaksudkan
dengan "sumber segala sumber segala sesuatu
berasal". Pandangan demikian didapati dalam budaya atau religi
Suku Dani Baliem Selatan. Ketika awal mula manusia
muncul dimuka bumi, di daerah Wesapot/Maima, (daerah
ini bagian dari Kecamatan Hitigima, (12 km2 dari
kota Wamena arah Selatan).

Lokasi manusia keluar tempatnya persis dimuara
sungai Eagec-Ima. Kerahasiaan tempat dan lokasi ini
pantangan untuk diketahui lain clan-nya, sebagaimana diakui
Astrid S. Susanto-Sunario (1993), yaitu adat
masyarakat Baliem atau Parim, sebenarnya
dirahasiakan terhadap orang luar dan jelas tidak boleh diketahui
oleh warga perempuan (Parim) , juga termasuk sesama
warga Suku Dani Baliem yang bukan clan murni
geneologis sendiri yang bersifat patrilineal
pantangan disampaikan.

Dari berbagai sumber informasi menunjukkan bahwa
marga yang menerima mandat dan memelihara tempat-tempat
keramat itu adalah suku Asso-Wetipo yang terdiri
dari dua moiety/parohan yang dalam budaya Jayawiajaya
boleh melakukan perkawinan yakni moiety Asso dan Wetipo,
digabung menjadi satu dan disebut dengan Assotipo.

Orang-orang Assotipo menuturkan kepada penulis bahwa
manusia pertama keluar dari dalam Goa, persis di
muara sungai Eagec. Tempat itu kini sejak semula ditutupi
dan dialiri oleh sungai Eagec. Konon riwayatnya
sungai Eagej, “dipanggil” oleh Sang Pencipta manusia
pertama.

Manusia pencipta pertama adalah orang yang muncul
atau keluar pertama dari dalam Goa. Konon karena malu dia
memanggil sungai Eagec menaglir dan menutupi Goa
tempat dimana manusia pertama muncul. Ditempat itu
asal muasal manusia keluar dan kini tersebar seluruh
dipermukaan bumi.

Namun letak dan lokasi dirahasiakan kepada pihak
lain, karena itu yang umum di ketahui oleh seluruh warga
Suku Dani, Baliem Selatan adalah Maima, Seima dan
Wesagaput. Karena konsepsi religi Jayawi Jaya
sifatnya

Tidak ada komentar: