Secara filosofis ideologi macam ini tidak lagi relevant bagi negara yang sudah merdeka. Misalnya, Mati atau Merdeka! Sudah tidak lagi pas atau cocok untuk zaman dan konteks masyarakat tertentu, misalnya Indonesia yang sudah merdeka. Tapi yang yang lain tetap relevant, misalnya Negara-negara yang kini berjuang membebaskan tanah airnya dari penjajahan asing sama halnya Papua. Tapi para pemimpin Papua lain mereka maunya sama dengan Indonesia . Papua karena itu, menentukan jalan seperti Indonesia merdeka, dengan jargon “Papua Zona Damai”. Padahal Indonesia tidak sama dengan Papua, tapi bagi Papua, untuk itu penting dan baik, memiliki pemimpin dan memilih prinsip ini.
Kenapa? Karena dasarnya Indonesia dan Papua lain. Papua belum merdeka, karena itu lain dari Indonesia dalam segala aspek tantangan yang dihadapi oleh unsur kolonialisme. Tapi sayang para pemimpin Papua memilih jalan lain dan menjawab bukan tapi memiliki kecenderungan sama, damai. Pemimpin Papua memilih jalan Indonesia ,yang telah merdeka dari kolonialisme Belanda. Tapi Papua? Mungkin Papua aman, sebab jargon atau semboyan Papua adalah "Papua Zona Damai" atau Perjuangan Damai.
Merdeka atau Mati! Adalah ideologi vatalisme, paham tertutup, tidak ada Jalan lain hanya dua pilihan. Karenanya sering di pandang orang sebagai suatu prinsip vatal, usang, kuno dan itu hanya dibutuhkan zaman perjuangan dulu, bagi Indonesia sudah tidak relevant lagi untuk konteks sekarang dialam kemerdekaan.
Tapi bagi Papua? Hal demikian dianggap entah apa untuk orang Papua tapi bagi yang telah merdeka seperti Indonesia memang wajar. Hal itu misalnya dinyatakan Cak-Nur (1997) dalam buku "Masyarakat Religius", bahwa ideology seperti itu hanya dibutuhkan dimana zaman dan keadaan untuk itu di kehendaki, contohnya Soekarno yang dalam pidato-pidato dan rapat-rapat umum dengan sangat memukau mampu membakar semangat dengan mengeluarkan jargon-jargon seperti Mati atau Merdeka! Untuk membangkitkan semangat perlawanan mengusir penjajah dan mengajak rakyat angkat senjata.
Soekarno yang terkenal hebat dan sebagai seorang orator ulung itu lahir dalam waktu yang tepat, dia tampil, dan cocok saat dimana rakyat Indonesia membutuhkan. Dia mampu menghipnotis ribuan massa yang menghadiri pidatonya selama berjam-jam dibawah terik matahari maupun hujan lebat. Semua orang rela bertahan mendengarkannya berlama-lama dengan jargon-jargon demikian. Soekarno sanggup dan mampu berjam-jam berpidato untuk membangkitkan daya juang dan semangat perlawanan rakyat Indonesia .
Karena itu dengan sendirinya jargon demikian adalah mutlak penting dan perlu dalam kondisi masyarakat terjajah untuk membangkitkan semangat agar rakyat mengangkat senjata melawan penjajah. Dan itu yang dilakukan dan hasilnya Indonesia meraih kemerdekaannya dari penjajahan Belanda yang menjajah selama ratusan tahun (kurang lebih 300 tahun). Bersyukur Indonesia memiliki manusia sekaliber Soekarno dan mampu.
Soekarno memang jagonya untuk itu, akhirnya penjajah Belanda terusir dari tanah air Indonesia . Karena itu Indonesia kala itu memang harus tampil dan beruntung ada tokoh seperti Soekarno dizaman revolusi Indonesia tahun 1930-an dulu. Zaman dimana harus ada tokoh revolusi yang revolusioneer dibutuhkan kapanpun bangsa terjajah, demikian Indonesia kala itu lahir sosok pemimpin, penting artinya hadir dan ada pemimpin revolusi yang visioner, maka tampillah Soekarno saat yang tepat.
Kala itu Indonesia sangat dibutuhkan orang seperti Soekarno (idola Theys Hiyo Eluay, karena poster proklamator NKRI itu ada di ruang kamar tamunya) dan itu bukan hanya isapan jempol tapi terbukti ampuh, Indonesia mampu merdeka dari penjajahan Belanda pada tanggal 17 Agustus 1945 yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta.
Papua dan Damai
Kalau sudah merdeka maka dengan sendirinya damai, dan itu sudah pasti, tapi kalau belum merdeka, adakah ruang kedamaian bagi rakyat terjajah? Hanya ketidakdamaian terus-menerus didapati rakyat dimana-mana pada semua bangsa terjajah. Tapi kalau ada kata zona damai, dimananya yang damai? Belum jelas! Juga sama perjuangan dengan cara damai, sementara kedamaian tanpa perjuangan selalu terjajah adalah dua hal paradoksal yang belum dimengerti kita semua dari jargon “Papua Zona Damai”.
Karena pertanyaannya kalau benar ada perjuangan damai, dimana perjuangan damai itu atau kastinggal tidak diperjuangkan, tapi berjuang rebut jabatan dalam Otsus Papua? Kenyataannya memang demikian, dan itu nyata terjadi didepan mata kita rakyat bawah, masyarakat biasa, apa yang dorang lakukan semua terpantau. Sebab perjuangan damai sedang ditempuh oleh siapa atau mereka siapa yang ada sibuk urus Otsus Papua dari para tokoh pemimpin Papua adalah persoalan lain disaksikan rakyat bersama.
Mereka belum meyakinkan dan secara sanggup mampu menjawab pertanyaan persoalan bagi kita semua oleh siapa dan bagaimana operasionalnya ditempuh dari jargon "Perjuangan Damai" itu? Buktinya tidak ada! Bagi masyarakat kebanyakan masih belum jelas pasti kecuali berebutan jabatan Otsus dipertontonkan pada kita semua rakyat Papua, itu sudah pasti, tapi selalu bersembunyi dibalik alas an perjuangan damai.
Alasan kini sudah tidak dibutuhkan dan memang tidak perlu lagi pada jargon yang hanya memberikan dua pilihan saja yakni; "Mati atau Merdeka", tapi yang dibutuhkan kini adalah tipe kepemimpinan Muhammad Hatta yang lebih cenderung reflektif, lebih banyak merenung adalah karena bagi Indonesia sudah merdeka. Bagi mereka tidak penting, dan karenanya sudah tidak relevant lagi tokoh tipe kepemimpinan pertama tapi pada pilihan tipe kepemimpinan yang disebut belakangan, karena Indonesia sudah merdeka dari penjajahan asing manapun.
Karena itu Indonesia sekarang hanya mengisi kemerdekaan dan pada pilihan, sekali lagi hanya pada alternatif bukan pada dua pilihan tapi alternatif ketiga yakni mempertahankan kemerdekaan itu. Indonesia merdeka kini sudah tidak perlu dan penting lagi artinya menganut ideologi dengan jargon; "Merdeka atau Mati!". Bagi Indonesia hanya pada pilihan ketiga, apapun pilihan itu tapi yang pasti, dan itu memang benar, hanya mengisi kemerdekaan dan mempertahankannya. "Mati atau Merdeka" sudah bukan pilihan. Itu tidak dibutuhkan lagi bagi Indonesia merdeka pada masa kekinian.
Sebaliknya dengan Indonesia sebaiknya bagaimana dan jalan mana mau ditempuh untuk kebebasan tanah air Papua? Indonesia sudah merdeka. Kalau begitu bagaimana dengan perjuangan rakyat Papua pada pilihan jargon, Mati atau Merdeka? Menurut semua tokoh yang berhimpun diri dalam organisasi perjuangan Papua yang bernama PDP, harus melalui "Perjuangan Damai", hanya pelurusan sejarah.
leh karena itu PDP menyarankan kita semua rakyat Papua Barat agar mentaati asas, Perjuangan Papua harus ditempuh lewat cara-cara damai. Untuk itu perjuangan rakyat Papua selalu di himbau harus ditempuh dengan cara-cara damai. PDP selalu mengamanatkan pada kita semua rakyat Papua Barat, agar menjaga Papua tetap menjadi "Zona Damai" dan perjuangan Papua harus melalui cara-cara damai.
Mati atau Merdeka bagi Indonesia oleh Cak-Nur (Nurcholis Madjid), kini sudah tidak perlu karena sudah merdeka. Jargon ini hanya dibutuhkan zaman revolusi, waktu Indonesia belum merdeka di jajah Belanda dulu. Tapi jargon ini tetap relevan dan masih dibutuhkan kapanpun semua bangsa terjajah. Kecuali bagi negara yang sudah merdeka contohnya Indonesia tadi. Bagi negara mereka paham ini berarti vatalistik, karenanya orang lebih cenderung pada pilihan ketiga dari dua pilihan.
Judul tulisan ini mengingatkan kita pada jargon-jargon dalam revolusi perjuangan pada bangsa manapun yang punya pangalaman menempuh jalan perlawanan meraih kemerdekaan. Mereka semua pernah lalui jalan ini dengan semboyan: "Mati Terhormat atau Merdeka!". Jargon kelompok yang menurut Amerika dan sekutunya sebagai "teroris" atau kelompok perlawanan Palestina terhadap kaum Zionis Israel yang didukung kafir Amerika juga misalnya tertulis: " 'Isy Kaariman au mut syaahidan". Artinya : "Hidup Mulia atau Mati Syahid" juga menunjukkan semangat ini.
Teroris dan stigma semacamnya bagi orang lain. Bagi Papua perlu, ada kerja nyata, kerja perjuangan, bukan zona damai lalu diam! Bagi Indonesia teroris. Sebaliknya hanya perlu lebih save, aman dan tidak beresiko. Namun secara teoritis, apalagi dalam keadaan darurat (baca, tertindas) seperti yang dialami rakyat Papua adalah sah dan memang sangat dibutuhkan kalau kesadaran demikian dimiliki secara bersama bagi rakyat tertindas (terjajah). Mati terhormat atau Merdeka! Adalah suatu pilihan yang tingkat relevansinya sangat tepat jika bisa dimiliki oleh masyarakat manapun merasa tahu dirinya tertindas.
Infrastructur sosial yang kita miliki dewasa ini analisa saya sampai pada tahapan itu belum kita miliki atau kalau tidak analisa saya belum akurat sejauh itu. Bisa akurat atau tidak bukan penting tapi mulai kerja dari sekarang kalau itu kita mau bisa agar di kemudian hari kita ditunjang oleh suatu infrastructur yang mapan. Untuk itu yang terpenting sekarang bagi kita rakyat Papua Barat dan utamanya para penggiat Papua yang harus dilakukan adalah bagaimana membangun suatu jaringan organisasi sampai di tingkat paling bawah pada semua usia dan kelompok adalah kuncinya kaderisasi.
http://ismail-asso.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar